Opini

YOGOR TELENGGEN ADALAH TAHANAN PERANG


Diadilinya anggota Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) Yogor Telenggen di pengadilan kriminal biasa tidak sesuai dengan ketentuan hukum humaniter internasional.

Gerilyawan yang menjadi bagian dari perang pembebasan nasional adalah kombatan iregular yang seharusnya mendapat status tahanan perang apabila tertangkap musuh. Tahanan perang berhak atas imunitas dari peradilan kriminal domestik atas tindakan perangnya yang telah sesuai dengan hukum humaniter.

Meskipun awalnya gerilyawan tidak diakui sebagai kombatan maka tidak diberikan status tahanan perang ketika tertangkap, namun dalam perkembangannya, lobi negara-negara dunia ketiga yang banyak berperang melawan dominasi kolonial berhasil. Gerilyawan pembebasan nasional juga berhak mendapat status kombatan dan status tahanan perang ketika tertangkap musuh.

Resolusi Majelis Umum PBB 2386 (1968):
“Pejuang kemerdekaan harus diperlakukan sebagai tahanan perang di bawah hukum internasional…”

Ketentuan ini didukung pula oleh Resolusi Majelis Umum PBB lain, di antaranya Resolusi 2383 (XXIII), 2395 (XXIII), 2446 (XXIII).

Resolusi Majelis Umum PBB 3103 (XXVIII) tentang Prinsip-prinsip dasar dari status hukum atas kombatan yang melawan rezim kolonial, dominasi asing, dan rasis:
“Kombatan yang melawan rezim kolonial, dominasi asing, dan rasis yang tertangkap sebagai tahanan harus diberikan status tahanan perang dan perlakuan terhadap mereka harus sesuai dengan ketentuan Konvensi Jenewa tentang Perlakuan terhadap Tahanan Perang tertanggal 12 Agustus 1949”

Yogor Telenggen memenuhi syarat gerilyawan kombatan yang layak diberikan status tahanan perang sebagaimana diatur Pasal 44 dan 45 Protokol I dari Konvensi Jenewa:
- Adalah salah satu pihak yang berkonflik
- terorganisir
- ada rantai komando yang bertanggungjawab
- tunduk pada hukum perang, dan ada mekanisme disipliner internal apabila terjadi pelanggaran
- membawa senjata secara terbuka ketika berperang

Bahkan apabila Yogor tertangkap ketika melanggar hukum perang, hal tersebut tetap tidak bisa menghilangkan status tahanan perangnya. Ia bisa diadili, tapi tetap dengan status TAHANAN PERANG, atas pelanggarannya terhadap HUKUM INTERNASIONAL.

Dalam kasus Yogor, ia ditangkap ketika tidak sedang dalam situasi baku tembak, maka seharusnya ia tidak boleh diadili atas kejadian lampau (penembakan Sinak, Pirime, Kali Semen). Ketentuan yang diatur dalam paragraf 5 Pasal 44 dari Protokol I ini untuk mencegah terjadinya fabrikasi kasus atas tahanan tersebut. Dan dalam situasi ini, Yogor tetap berstatus kombatan dan berstatus tahanan perang.

Selanjutnya, Pasal 45 dari Protokol I menentukan bahwa tahanan perang yang diadili di pengadilan kriminal biasa bisa mendeklarasikan keinginannya untuk mendapat status tahanan perang.

Oleh: Veronica Koman (Pengacara HAM)

About Sampari

0 Comments:

Diberdayakan oleh Blogger.