Journal akar rumput Malang,
24/06) Puluhan mahasiswa Papua turun ke jalan mendukung putusan United
Liberation Movement for West Papua (ULWMP) atau Persatuan Gerakan
Pembebasan Papua Barat untuk agar Papua Barat menjadi anggota Melanesian
Spearhead Group (MSG) atau Kelompok Pelopor Melanesia.
Aksi yang dilakukan serentak secara nasional di Indonesia maupun di luar negeri ini mengapresiasi dibahasnya proposal rakyat Papua Barat melalui ULMWP dalam MSG Summit atau Konferensi Tingkat Tinggi MSG pada 18-26 Juni di Honiara, Kepulauan Solomon. Menurut Koordinator Lapangan (Korlap) Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) ini merupakan bukti bahwa perjuangan rakyat Papua Barat selama lebih dari 50 tahun dalam melawan rezim penguasa penindas di Indonesia dan negara-negara Imperialis, semakin disambut baik oleh negara-negara MSG. Anggota MSG seperti Vanuatu, Fiji, Papua Nugini, Kepulauan Solomon, dan Kanaky selama ini memang dilobi secara intensif oleh ULMWP.
Keanggotaan dan keterlibatan Papua Barat di MSG dipandang penting oleh AMP. Bukan hanya karena bangsa-bangsa di MSG adalah satu daratan, satu margasatwa, satu ekosistem, satu rumpun Melanesia, satu sejarah, satu samudera, dan satu budaya. Namun juga untuk melawan peng-Indonesiasian secara paksa terhadap rakyat di Papua Barat. Selain itu juga untuk mengangkat sekaligus menyikapi berbagai penghisapan, penindasan, penyingkiran, dan pelanggaran HAM yang diderita rakyat di Papua Barat.
Jubir AMP memaparkan bagaimana hingga hari ini rakyat di Papua Barat masih menderita akibat kolonialisme, imperialisme, dan militerisme. Ia menjelaskan bahwasanya sesungguhnya kemerdekaan Papua Barat sudah diproklamasikan tahun 1961 namun diinjak-injak oleh pendudukan paksa militer serta dikorbankan dalam Perang Dingin. Lebih lanjut ia menjabarkan pendudukan tersebut dilakukan demi kepentingan Imperialisme Barat. Ini dibuktikan dengan sudah ditandatanganinya kontrak dengan Freeport jauh-jauh hari sebelum pelaksanaan Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) di Papua Barat. Tak lupa, ia juga mengecam, bahwasanya Pepera itu sendiri dijalankan dengan tidak demokratis dan dengan represi dan intimidasi.
Hingga hari ini tidak ada demokrasi di Papua. Pembunuhan, pemerkosaan, teror, intimidasi, dan penangkapan sewenang-wenang terhadap aktivis-aktivis Papua terjadi dari waktu ke waktu. Kebebasan pers juga dikekang dengan tidak diperbolehkannya akses oleh jurnalis-jurnalis luar negeri.
Didudukinya kursi presiden oleh Jokowi tidak mengubah kenyataan hal ini. Bahkan rezim Jokowi itu sendiri malah bersekutu dengan para pelanggar HAM seperti Hendropriyono, Sutiyoso, dan termasuk Ryamizard Ryacudu—orang yang diduga berada di balik pelanggaran HAM di Aceh dan Papua serta Jenderal yang mendukung pembunuhan terhadap Theys Ulay. Bahkan rezim Jokowi juga berencana menambah jumlah komando ekstra teritorial di Papua dengan tiga KODIM baru.
Aksi yang diakhiri pukul 11.58 ini ditutup dengan pernyataan sikap AMP. Pertama, mendukung sikap negara-negara rumpun Melanesia untuk menjadikan Papua Barat anggota MSG. Kedua, mendukung ULMWP sebagai wadah representatif rakyat Papua Barat yang telah mengajukan Papua Barat sebagai anggota MSG. Ketiga, mendesak Indonesia untuk membuka ruang demokrasi dan memberikan hak menentukan nasib sendiri sebagai solusi demokratis bagi rakyat Papua Barat.
Aksi yang dilakukan serentak secara nasional di Indonesia maupun di luar negeri ini mengapresiasi dibahasnya proposal rakyat Papua Barat melalui ULMWP dalam MSG Summit atau Konferensi Tingkat Tinggi MSG pada 18-26 Juni di Honiara, Kepulauan Solomon. Menurut Koordinator Lapangan (Korlap) Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) ini merupakan bukti bahwa perjuangan rakyat Papua Barat selama lebih dari 50 tahun dalam melawan rezim penguasa penindas di Indonesia dan negara-negara Imperialis, semakin disambut baik oleh negara-negara MSG. Anggota MSG seperti Vanuatu, Fiji, Papua Nugini, Kepulauan Solomon, dan Kanaky selama ini memang dilobi secara intensif oleh ULMWP.
Keanggotaan dan keterlibatan Papua Barat di MSG dipandang penting oleh AMP. Bukan hanya karena bangsa-bangsa di MSG adalah satu daratan, satu margasatwa, satu ekosistem, satu rumpun Melanesia, satu sejarah, satu samudera, dan satu budaya. Namun juga untuk melawan peng-Indonesiasian secara paksa terhadap rakyat di Papua Barat. Selain itu juga untuk mengangkat sekaligus menyikapi berbagai penghisapan, penindasan, penyingkiran, dan pelanggaran HAM yang diderita rakyat di Papua Barat.
Jubir AMP memaparkan bagaimana hingga hari ini rakyat di Papua Barat masih menderita akibat kolonialisme, imperialisme, dan militerisme. Ia menjelaskan bahwasanya sesungguhnya kemerdekaan Papua Barat sudah diproklamasikan tahun 1961 namun diinjak-injak oleh pendudukan paksa militer serta dikorbankan dalam Perang Dingin. Lebih lanjut ia menjabarkan pendudukan tersebut dilakukan demi kepentingan Imperialisme Barat. Ini dibuktikan dengan sudah ditandatanganinya kontrak dengan Freeport jauh-jauh hari sebelum pelaksanaan Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) di Papua Barat. Tak lupa, ia juga mengecam, bahwasanya Pepera itu sendiri dijalankan dengan tidak demokratis dan dengan represi dan intimidasi.
Hingga hari ini tidak ada demokrasi di Papua. Pembunuhan, pemerkosaan, teror, intimidasi, dan penangkapan sewenang-wenang terhadap aktivis-aktivis Papua terjadi dari waktu ke waktu. Kebebasan pers juga dikekang dengan tidak diperbolehkannya akses oleh jurnalis-jurnalis luar negeri.
Didudukinya kursi presiden oleh Jokowi tidak mengubah kenyataan hal ini. Bahkan rezim Jokowi itu sendiri malah bersekutu dengan para pelanggar HAM seperti Hendropriyono, Sutiyoso, dan termasuk Ryamizard Ryacudu—orang yang diduga berada di balik pelanggaran HAM di Aceh dan Papua serta Jenderal yang mendukung pembunuhan terhadap Theys Ulay. Bahkan rezim Jokowi juga berencana menambah jumlah komando ekstra teritorial di Papua dengan tiga KODIM baru.
Aksi yang diakhiri pukul 11.58 ini ditutup dengan pernyataan sikap AMP. Pertama, mendukung sikap negara-negara rumpun Melanesia untuk menjadikan Papua Barat anggota MSG. Kedua, mendukung ULMWP sebagai wadah representatif rakyat Papua Barat yang telah mengajukan Papua Barat sebagai anggota MSG. Ketiga, mendesak Indonesia untuk membuka ruang demokrasi dan memberikan hak menentukan nasib sendiri sebagai solusi demokratis bagi rakyat Papua Barat.
About tikomemedia.com
0 Comments:
Posting Komentar