SERUAN AKSI 02 AGUSTUS 2016.
“PEPERA 1969 Tidak Demokratis,Hak Menentukan
Nasib Solusi Demokratis Bagi Rakyat Papua Barat”
Kaonak AMP NEWS . Perebutan wilayah Papua antara Belanda dan
Indonesia pada dekade 1960an membawa kedua negara ini dalam perundingan yang
kemudian dikenal dengan “New York Agreement/Perjanjian New York”. Perjanjian
ini terdiri dari 29 Pasal yang mengatur 3 macam hal. Diantaranya Pasal 14-21
mengatur tentang “Penentuan Nasib Sendiri (Self Determination) yang didasarkan
pada praktek Internasional yaitu satu orang satu
suara (One Man One Vote)”. Dan pasal 12 dan 13 yang mengatur transfer
Administrasi dari PBB kepada Indonesia, yang kemudian dilakukan pada 1 Mei 1963
dan oleh Indonesia dikatakan ‘Hari Integrasi’ atau kembalinya Papua Barat
kedalam pangkuan NKRI.
Kemudian pada 30 September 1962 dikeluarkan “Roma Agreement/Perjanjian Roma” yang intinya Indonesia mendorong pembangunan dan mempersiapkan pelaksanaan Act of Free Choice (Tindakan Pilih Bebas) di Papua pada tahun 1969. Namun dalam prakteknya, Indonesia memobilisasi Militer secara besar-besaran ke Papua untuk meredam gerakan Pro-Merdeka rakyat Papua. Operasi Khusus (OPSUS) yang diketua Ali Murtopo dilakuakan untuk memenangkan Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) diikuti operasi militer lainnya yaitu Operasi Sadar, Operasi Bhratayudha, Operasi Wibawa dan Operasi Pamungkas. Akibat dari operasi-operasi ini terjadi pelanggaran HAM yang luar biasa besar, yakni penangkapan, penahanan, pembunuhan, manipulasi hak politik rakyat Papua, pelecehan seksual dan pelecehan kebudayaan dalam kurun waktu 6 tahun.
Kemudian pada 30 September 1962 dikeluarkan “Roma Agreement/Perjanjian Roma” yang intinya Indonesia mendorong pembangunan dan mempersiapkan pelaksanaan Act of Free Choice (Tindakan Pilih Bebas) di Papua pada tahun 1969. Namun dalam prakteknya, Indonesia memobilisasi Militer secara besar-besaran ke Papua untuk meredam gerakan Pro-Merdeka rakyat Papua. Operasi Khusus (OPSUS) yang diketua Ali Murtopo dilakuakan untuk memenangkan Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) diikuti operasi militer lainnya yaitu Operasi Sadar, Operasi Bhratayudha, Operasi Wibawa dan Operasi Pamungkas. Akibat dari operasi-operasi ini terjadi pelanggaran HAM yang luar biasa besar, yakni penangkapan, penahanan, pembunuhan, manipulasi hak politik rakyat Papua, pelecehan seksual dan pelecehan kebudayaan dalam kurun waktu 6 tahun.
Tepat 14 Juli – 2 Agustus 1969, PEPERA dilakukan.
Dari 809.337 orang Papua yang memiliki hak, hanya diwakili 1025 orang yang
sebelumnya sudah dikarantina dan cuma 175 orang yang memberikan pendapat.
Musyawarah untuk Mufakat melegitimasi Indonesia untuk melaksanakan PEPERA yang
tidak demokratis, penuh teror, intimidasi dan manipulasi serta adanya
pelanggaran HAM berat.
Dari 1.025 orang utusan dalam DMP yang sebelumnya sudah dikarantina, cuma 175 orang yang memberikan pendapat (secara lisan). Sudah dapat ditebak hasilnya, PEPERA berhasil dimenangkan oleh Indonesia dengan suara mutlak. Fakta ini menunjukan bahwa proses pelaksanaan PEPERA 1969 adalah ilegal, penuh rekayasa dan tidak demokratis.
Dari 1.025 orang utusan dalam DMP yang sebelumnya sudah dikarantina, cuma 175 orang yang memberikan pendapat (secara lisan). Sudah dapat ditebak hasilnya, PEPERA berhasil dimenangkan oleh Indonesia dengan suara mutlak. Fakta ini menunjukan bahwa proses pelaksanaan PEPERA 1969 adalah ilegal, penuh rekayasa dan tidak demokratis.
Maka dalam peringatan 47 tahun PEPERA yang tidak
demokratis, Aliansi Mahasiswa Papua [AMP] Megajak seluruh kawan-kawan mahasiswa
Papua untuk dapat melibatkan diri dalam aksi damai yang akan Dilakukan Pada;
Hari/Tgl : Selasa, 02 Agustus 2016
Tempat : Serentak Di Setiap Komite Kota Aliansi Mahasiswa Papua [KK-AMP]
Tempat : Serentak Di Setiap Komite Kota Aliansi Mahasiswa Papua [KK-AMP]
Demikian seruan aski ini kami buat, atas
partisipasi seluruh kawan-kawan mahasiswa Papua sebagai bentuk pegabdian kami
kepada rakyat dan Tanah air Papua, kami ucapkan Jabat Erat.
0 Comments:
Posting Komentar