Oleh Otis Tabuni, S.H
Bapak/Ibu dan para generasi Papua yang saya banggakan. Ijinkan saya sampaikan pikiran saya terkait Otsus antara harapan dan masala. Latar belakang lahirnya UU No. 21 tahun 2001 tepat pada tanggal 21 November 2001 telah diketahui bahkan menjadikan saksi mata pada sidang pengesahan Otsus Papua oleh ibu Mengawati Soekarno Putri sehingga tak saya bahasa disini. Yang mau saya kemukakan adalah beberapa bagian dari banyak bagian yang dapat dikemukakan bapak/ Ibu Anggota group SoP. Saya dengan ini membatasi diri saya terkait Persoalan politik antara keinginan pemisahan diri dan integral dari Indonesia atas Papua.
Pertama, bahwa sesungguhnya Otsus Papua adalah kesempatan bagi Papua untuk mengurus semua persoalan di Papua tetapi Papua Gagal bangun dalam konteks era otonomi khusus. Mengapa Papua gagal membangun di erah Otomoni Khusus? Dengan demikian, saya pikir adanya hambatan dimana:
- Banyak pemimpin kami menjadi raja-raja kecil yang tak mau diurus oleh atasannya. Sehingga instruksi gubenur TDK bisa diikuti oleh para Bupati. Semua merasa sudah bos dan bebas. Hal ini membuat to lost local goverment control system dan banyak pejabat Papua tidak pernah berada di tempat dibanding wisata omonng kosong Dimana- mana dengan dana sedikit buang diperuntukkan untuk pembangunan melalui APBD. Jadi Otsus Papua memanjakan secara masif. Perilaku ini berdampak pada org tak bisa kerja, tak bisa memperjuangkan hidup dan kehidupan manusia Papua. Inilah menjadi ancaman bagi kami.
- Otsus Papua itu memiliki cukup dana jika kita mau mengejar ketertinggalan khusus di bidang pembangunan SDM, peningkatan standar hidup sehat dan peningkatan perekonomian di Papua dengan cara yang tak terlalu boros tetapi mendatang keuntungan yang Besar. Tetapi kini org mati banyak, org kelaparan dimana- mana, angka penangguran anak lulusan SMA tinggi, dan pejabat terus malas tahu menahu dengan kondisi ini sehingga berdampak pada kematian dimana-mana, penyakit serampak dimana-mana, gizi buruk dimana- mana dan bahkan pasilitas pelayanan untuk semua kebutuhan Diatas juga sama sekali tidak diperhatikan.
Pelanggaran HAM
Sampai saat ini, pelanggaran HAM belum dituntaskan. Hal itu terjadi karena:
- UUD NRI 1945, UU No: 39 tahun 1999, UU nomor 26 tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia terutama dalam Pasal 7 UU yang mengatur Pelanggaran HAM yang berat yang menjadi kewenangan UU Pengadilan HAM dan kejahatan terhadap kemanusiaan tidak dilaksanakan dengan baik. Selain itu demokrasi di Papua sangat sensitif karena isu Papua Merdeka;
- Selian itu, setiap aktivitas di kontrol oleh pihak otoritas atas perintah atasan sehingga wacana pembentukan komisi kebenaran dan rekonsiliasi Papua tidak dilaksanakan, sedang Otsus Papua ini, roh penyelesaian kasus dugaan pelanggan berat HAM ada di sana. Termasuk Perdasus ttg pengadilan HAM had HOC di Papua tidak terwujud sampai detik ini;
- Mau bawah kasus dugaan pelanggaran HAM ke kejaksaan agung RI untuk di selesaikan di pengadilan HAM RI juga dilematis karena hukum acara yg digunakan adalah KUHAP yang hanya bisa beracara ordinary Crime, not extra ordinary Crime. Sudah segitu, Indonesia sampai detik ini tidak mau meratifikasi ICC.
Akhir kata, Mohon Maaf apabila ada kata-kata saya yang salah dan tidak berkenan di hati Bapak / Ibu para pemimpin sekalian. Terimakasih!
Otis Tabuni, S.H.
Salatiga, 22 November 2018
(Pukul 08:19 WIB)
0 Comments:
Posting Komentar