![]() |
Foto: Dr. Ndumma Socratez S. Yoman, M.A (Presiden Baptis Papua). |
Oleh Gembala Dr. Socrtez S.Yoman
1. Pendahuluan
1. Pendahuluan
Ketua Majelis Rakyat
Papua (MRP), Timotius Murip mempunyai keyakinan bahwa dalam penyelesaikan kasus
pelanggaran berat HAM yang dilakukan Negara/pemerintah Indonesia tidak dengan
pendekatan keluarga, bakar batu, dan jangan bikin lucu-lucuan, melainkan lebih
bermartabat harus dengan pendekatan hukum Internasional.
"Jangan
menyederhanakan kasus. Jika itu pelanggaran HAM maka selesaikan sesuai aturan
yang ada. Jika pelanggaran HAM berat maka itu aturan Internasional digunakan,
bukan pendekatannya dengan konteks kekeluargaan atau disederhanakan. Tak bisa
seperti itu. Ini tidak bisa."
Ketua MRP tentu
mempunyai dasar. Ia membandingkan Indonesia bersuara keras di PBB pada 9
November 2018 tentang pelanggaran HAM di Palestina yang dilakukan pemerintah
Israel, tapi dalam waktu yang sama "tahi mata" Indonesia tetap
melekat di matanya dan tidak membuang "balok besar" yang melintang dimata Indonesia.
"Itu tanggal 9
November di Sidang Umum PBB, mengapa giliran Palestina, Indonesia memberi
perhatian lebih dan meminta diselesaikan dengan hukum Internasional, sementara
di Papua yang juga ada pelanggaran HAM tidak seserius mengenai kasus Palestina?
Apa perbedaannya?"
Timotius mengingatkan
pemerintah Indonesia, bahwa kasus pelanggaran berat HAM tidak bisa diselesaikan dengan pendekatan
kearifan lokal atau bakar batu, duduk di para-para pinang.
"Ingat, jangan menyelesaikan kasus HAM
dengan pendekatan kearifan lokal atau bakar batu, duduk di para-para pinang.
Negara harus menyelesaikan ini dari Sabang- Merauke dengan cara yang
bermartabat & hukum Internasional."
Ia melanjutkan dengan
menilai pemerintah Indonesia berbuat seperti lulucon & hanya menjadi bahan
tertawaan komunitas Internasional & bagi kita semua yang sehat akal dan
nurani kemanusiaan yang menjadi cahaya kehidupan.
[22/11 05:44] Presiden
Baptis: "Jangan bikin lucu-lucuan dengan menyelesaikan kasus pelanggaran
berat HAM menggunakan bakar batu. Kita harus bermartabat di mata dunia.
Sebenarnya kami kecewa tapi kami masih menunggu upaya atau niat baik Negara
untuk menyelesaikan kasus pelanggaran berat HAM, jangan terus menambah luka di
Papua yang akan semakin sulit dilupakan." (Sumber: Ceposonline.com, 18
November 2018).
2. Kasus HAM di West
Papua menjadi luka membusuk dalam tubuh Indonesia
Pemerintah Indonesia
bekerja keras dengan menggerakan dan mengeluarkan seluruh kekuatan Negara dan
termasuk dana milyaran bahkan triliunan rupiah untuk membendung dan menutupi
kasus pelanggaran berat HAM di West Papua dengan lobi-lobi dan diplomasi
Internasional dengan berbagai bentuk kerjasama di kawasan Pasifik, Asia,
Afrika, Eropa, Amerika.
Tetapi sayang,
Indonesia berusaha menghibur diri dengan janji-janji kerja sama dan
informasi-informasi yang berbasis kebohongan besar yang sangat bertolak
belakang tentang keadaan dan tragedi
kemanusiaan yang sangat memprihatikan rakyat dan bangsa West Papua.
Disaat yang sama luka
membusuk dalam tubuh Indonesia semakin parah,
dan melebar. Pemerintah mengukir
sejarah dan prestasi noda hitam kejahatan kemanusiaan dan pelanggaran berat HAM
yang sangat serius.
Prof. Dr. Franz
Magnis-Suseno memberikan kesimpulan sempurna.
"Situasi di Papua
adalah buruk, tidak normal, tidak beradab, dan memalukan, karena itu tertutup
bagi media asing. Papua adalah LUKA MEMBUSUK DI TUBUH BANGSA INDONESIA."
(hal.255).
Ia melanjutkan:
"Genosida? Tentu tidak seperti
genosida 1992 di Rwanda. Namun kalau orang-orang asli Papua makin banyak yang
meninggal karena AIDS, TBC, dan penyakit-penyakit lain, kalau mereka terus
ketinggalan, miskin, dan tersingkir, kalau mereka mengalami nasib seperti orang
Indian di Amerika Utara atau aborigines di Australia, kita akan ditelanjangi di
depan dunia beradab sebagai bangsa yang biadab, bangsa pembunuh orang2 Papua,
meski tidak dipakai senjata tajam." (hal. 157).
[22/11 05:44] Presiden
Baptis: 3. Mendukung 100% lahir dan batin penyataan Ketua MRP
Penulis secara pribadi
dan juga sebagai Presiden Persekutuan Gereja-gereja Baptis Papua mendukung 100%
lahir dan batin apa yang disampaikan oleh Ketua MRP, Timotius Murip.
Penulis ingatkan
kepada pemerintah Republik Indonesia sebagai kolonial moderen yang menduduki
dan menjajah rakyat dan bangsa West Papua, bahwa ada dua akar masalah besar
sebagai luka membusuk dalam tubuh bangsa Indonesia yang perlu diselesaikan
dengan serius dan tuntas bukan asal-asalan.
Dua duri besar yang
menyebabkan luka membusuk, bernanah dalam tubuh Indonesia yang harus diobati
dengan serius dan sungguh-sungguh, benar-benar bukan dengan pendekatan lulucon
atau lucu-lucuan dengan pendekatan kearifan lokal atau bakar batu.
(Maaf, bakar batu
pasti potong/sembelih babi). Jadi, apakah bapak Presiden RI, Ir. Joko Widodo dan bapak Wiranto,
Menkopolhukam bersedia menikmati daging babi yang disajikan sebagai tanda
perdamaian? Sekali lagi minta maaf, agak kasar tapi itu yang dimaksud dan
diterjemahkan dengan kearifan lokal dan bakar batu.
Yang dimaksud dengan
dua duri besar, yaitu:
3.1. Status politik
West Papua dalam wilayah Indonesia adalah akar masalahnya. Atau duri besar dan
luka membusuk dalam tubuh bangsa Indonesia. Karena proses dimasukkan West Papua
ke dalam Indonesia cacat hukum dan moral dan melanggar prinsip-prinsip hukum
Internasional.
3.2. Pelanggaran berat
HAM merupakan kejahatan kemanusiaan yang dilakukan Negara dan pemerintah
Republik Indonesia yang menjadi noda hitam dan tragedi kemanusiaan yang sejarah
kelam di mata komunitas Internasional.
4. Jalan
Penyelesaian/Solusi
Dua duri besar dalam
tubuh bangsa Indonesia ini HARUS dicabut dengan jalan atau solusi sebagai
berikut:
Pemerintah RI-ULMWP
duduk setara di satu meja perundingan damai yang dimediasi pihak ketiga di
tempat yang netral. Penyelesaian kasus Aceh: GAM-RI adalah pelajaran dan contoh
terbaik bagi Indonesia.
Waa....
Ita Wakhu Purom,
22/11/2018;06:55AM
0 Comments:
Posting Komentar