Pendeta Benny Giay: Beri Kesempatan Papua Ikut Jejak Aceh
Senin, 07 Maret 2016
JAYAPURA, SATUHARAPAN.COM
- Pemerintah Indonesia diimbau untuk berlaku adil terhadap rakyat Papua
dalam menyelesaikan permasalahan di pulau paling timur Indonesia itu.
Bila pemerintah pernah menggunakan pendekatan perundingan terhadap
Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang difasilitasi oleh pihak ketiga, hal itu
semestinya dapat diberikan pula kepada United Liberation Movement for
West Papua (ULMWP), selaku organisasi yang mewakili rakyat Papua.
"Saya kira tujuan ULMWP adalah menyelesaikan masalah Papua dengan cara
mengakhiri penangkapan dan penembakan terhadap warga Papua. Selain itu,
mengajak Indonesia untuk berunding seperti yang pernah Indonsia
lakukan dengan GAM/Aceh," kata Pendeta Benny Giay, ketua Sinode Gereja
Kemah Injili (Kingmi) di Tanah Papua, dalam wawancara dengan satuharapan.com (4/3).
Pendeta Benny Giay selama ini dikenal sangat vokal menyuarakan
ketidakadilan yang dialami rakyat Papua. Ia juga termasuk yang mendukung
keberadaan ULMWP sebagai perwakilan rakyat Papua.
Menurut Benny
Giay, rakyat Papua solid berada di belakang ULMWP. Paling tidak, ia
menengarai ada empat elemen masyarakat Papua yang bergabung maupun
bersimpati pada ULMWP.
Pertama, mereka yang kecewa khususnya masyarakat korban kekerasan sejak 1960-an, yang tidak pernah ditangani pmerintah.
Kedua, mereka yang kecewa menunggu jawaban terhadap tuntutan dialog yang disikapi secara dingin oleh Jakrta.
Ketiga, kalangan mahasiswa dan generasi muda yang lahir dan besar di
pengungsian lantaran operasi militer tahun-tahun 1970-an sampai 1990-an.
Keempat, elemen masyarakat Papua yang sudah mulai kecewa melihat
pemerintahan yang mereka dukung dalam Pemilu 2014, tetapi terbukti tidak
dapat menghentikan aparat keamanan terus menjadi mesin kekerasan di
Papua.
"Sebaliknya malahan mulai promosikan kebijakan di Papua yang
bias TNI dan pemodal (dengan mminta TNI terlibat mmbantu buka jalan
antar kabupaten dan kebijakan rel kereta api)," kata Benny.
Dalam hemat Benny, sulit bagi orang Papua untuk mempercayai Jakarta yang "bicara lain, main lain."
Menurut Benny, satu-satunya elemen Papua yang tidak mendukung ULMWP
adalah mereka yang sedang "hidup dalam alam janji Indonesia."
Ia
juga mengutip pernyataan Gubernur Papua, Lukas Enembe kepadaTempopada 10
Januari 2010, yang mengatakan, "Tidak ada orang Papua dewasa ini
berjiwa Indonesia".
Benny menambahkan, dukungan kelompok
negara-negara Pasifik Selatan, Melanesian Spearhed Group (MSG), terhadap
ULMWP dengan menerima keanggotaan organisasi tersebut sebagai pengamat,
menurut dia, diperlukan.
"Saya kira tekanan dari MSG amat penting
bagi Papua yang punya sejarah panjang berhadapan rezim militer "yang
tidak mengenal menyerah membungkam hak dan kebebasan," kata dia.
Benny mempertanyakan demokrasi di Indonesia yang menurut dia bias pada
mayoritas, militer, kaum birokrat dan pemodal. Menurut dia, demokrasi
semacam itu adalah demokrasi ala para garis keras (hardliners).
"Demokrasi masih jauh dari Indonesia menurut rakyat Papua yang terus
diberi stigma separatis. Padahal, rezim Jakarta pula yang justru sering
jual senjata dan peluru ke OPM untuk melegitimasi stigma Papua sebagai
separatis.
"Demokrasi masih jauh dari warga jemaat GKI Bogor yang
gedung ibadahnya dipalang resim mayoritas, demokrasi belum dirasakan
kelompok Ahmadiyah. Dalam kerangka yang demikian MSG dibutuhkan perannya
untuk bisa bantu negara tetangganya Indonsia yang terus pertahankan
Politik "bicara lain main lain."
Tindakan pemerintah RI yang
menangkap simpatisan ULMWP saat peresmian kantor lembaga itu dan
pemeriksaan terhadap pastor John Djonga, menurut Benny, tidak akan
menyelesaikan masalah karena itu hanya solusi sepotong-sepotong.
"Dengan cara itu pemerintah terlalu sibuk urus "akibat" tidak berani mengurus "sebab"nya."
Menurut Benny, bila Indonesia ingin menyelesaikan masalah ini hingga ke
akarnya, tidak bisa lain pemerintah berlaku adil terhadap Papua dan
mengajak berdialog ULMWP.
"Kami usul agar pemrintah mengajak ULMWP untuk berunding seperti yang pernah Indonsia lakukan dengan GAM/Aceh."
(Catatan: ini adalah tulisan terakhir dari serangkaian tulisan yang
didasarkan pada wawancara dengan Benny Giay pada Jumat 4 Maret 2016)
sumber https://www.facebook.com/martinusvanistelrooy.tekege?fref=photo
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
0 Comments:
Posting Komentar