Journal grassroots West Papua 26/3/2016 Artikel panjang yang sangat bagus , mohon dibaca sampai habis.
Djarot menyerang, Boy Sadikin (anak Ali Sadikin ) undur diri, PDI-P Ge-Ga-Na...
(Gelisah Galau Merana )
Dalam politik selalu terdengar, “Tiada musuh yang abadi, tiada teman
yang kekal.” Terlihat Djarot menyerang Teman Ahok dan Ahok sendiri
menyerang balik PDI-P. Keduanya sudah masuk dalam tahap saling
bermusuhan.
Semuanya berawal dari seorang yang bernama Boy
Sadikin dan ambisinya, Beliau adalah mantan Wakil Ketua DPRD Jakarta
komisi D 2009-2014 dan juga ketua DPD PDI-P DKI Jakarta. Perjuangannya
yang berdarah-darah selama bertahun-tahun malah berbalik luka sakit hati
dicampakkan oleh PDI-P.
Pada Pilgub DKI Jakarta 2012, Boy yang
merupakan ketua DPD PDI-P Jakarta mengajukan diri sebagai calon
gubernur. Seperti yang kita ketahui bersama, perjuangan di dalam sebuah
partai sangatlah berat, menghabiskan waktu, uang dan tenaga. Berjuang
untuk mimpinya menjadi seorang Gubernur seperti ayahnya Ali Sadikin,
beliau membangun kekuatan PDI-P di Jakarta, mengembangkan anak-anak
cabang dan ranting-rantingnya. Beliau turun secara langsung mengumpulkan
kader-kader muda, membiayai biaya operasional mereka dan berjuang
habis-habisan. Seluruh jiwa dan raganya untuk PDI-P.
Dapat
dikatakan di wilayah Jakarta, sebagai ketua DPD PDI-P, Boy adalah orang
nomor 1 PDI-P. DKI Jakarta adalah basis wilayahnya, mimpi dan
perjuangannya. Akan tetapi pada Pilgub 2012, beliau harus menerima pil
pahit. PDI-P memilih Jokowi yang merupakan kader PDI-P dari Solo untuk
menduduki wilayah Jakarta. Bagi pandangan orang dalam partai, ini
berarti wilayah perjuangannya telah direbut oleh sesama saudara. Apa
yang diperjuangkannya di Jakarta malah dipanen oleh Jokowi.
Pil
pahit ditelannya, Boy menjadi ketua tim sukses Jokowi-Ahok di DKI
Jakarta, karena beliau adalah orang nomor satu dan paling disegani di
Jakarta. Dengan berbesar hati, jabatan itu diemban dengan baik, karena
dijanjikan jika Jokowi sesungguhnya hanya menumpang pilgub DKI Jakarta
2012 untuk membawanya ke pemilu presiden 2014.
Dengan penuh
kesabaran beliau berjuang demi partai yang dicintainya, hingga Jokowi
menjadi presiden dan muncullah tempat kosong ‘Wakil Gubernur’. Oleh
PDI-P kursi kosong itu sesungguhnya menjadi milik Boy Sadikin, beliau
yang paling bekerja keras bagi PDI-P di Jakarta.
Namun dari sana
muncullah Ahok yang ‘kurang bel-ajar’. Beliau berkata, “Saya tidak akan
menandatangani pengangkatan Wagub yang menurut saya tidak cocok dalam
membantuku. Aku meminta agar PDI-P memberikan Djarot padaku yang lebih
berpengalaman dalam bidang pemerintahan kota.”
Hubungan Ahok dan
Djarot sangatlah baik, sekitar tahun 2008 pada sebuah kunjungan kerja ke
luar negeri, saat itu Djarot masih menjabat sebagai walikota Blitar,
beliau bertemu dengan Ahok yang masih duduk di kursi DPR untuk pertama
kalinya. Pada malam itu, mereka berdua menolak ajakan ‘pelisiran’
seperti anggota lainnya dan kembali ke hotel untuk membahasa mengenai
pemerintahan kota dan masa depan Indonesia. Dari hubungan baik itu, Ahok
terus teringat pada Djarot yang jujur.
Boy Sadikin hampir
menangis darah, kursi wagub-nya direbut oleh seorang kader PDI-P dari
Blitar. Itu membuatnya sungguh sakit hati dan apalagi, beliaulah yang
mengirimkan surat penunjukkan dari PDI-P langsung untuk Djarot menemani
Ahok. Bagi yang mengenal Boy Sadikin, mereka tahu betapa besarnya beliau
telah berjuang untuk Partai, kursi Gubernur dan Wagub Jakarta harus
direlakannya hilang dari depan mata dan bahkan dengan kedua tangannya
menyerahkannya karena perintah partai.
Isu mengundurkan diri
sebenarnya sudah terdengar pada saat itu, karena merasa partai yang
diperjuangkannya dengan berdarah-darah sama sekali tidak membantunya.
Akan tetapi saudara-saudaranya segera mendorongnya untuk bertahan dengan
sebuah janji pilgub 2017. Yang dijanjikan akan menjadi miliknya, karena
seluruh partai PDI-P dan koalisinya akan mendukungnya sebagai balas
jasanya pada partai.
Akan tetapi pilgub 2017 DKI Jakarta malah
diisukan untuk diduduki oleh Ahok dan Djarot. Sakit hati Boy Sadikin
semakin membara, beliau mengamuk dan mengumpulkan dukungan sesama kader
dalam DPD PDI-P untuk menolak mengakui Ahok. Alasannya adalah Ahok
bukanlah orang partai, Ahok orang luar, tidak berjasa untuk partai,
tidak memiliki loyalitas pada partai, untuk apa mengangkat dan mendukung
orang luar untuk menjadi Gubernur dengan seluruh kekuatan PDI-P yang
besar. Seharusnya PDI-P mendukung dirinya yang sudah berjuang untuk
partai, bersabar selama bertahun-tahun dan tetap setia.
Teman
Ahok yang diserang oleh Yusril mengenai masalah ‘nama wagub’ dalam
keadaan kacau dan mendesak Ahok memutuskan nama wakilnya.
Ahok
meminta agar nama Djarot dimasukkan, karena Djarot menurut Ahok adalah
pasangan paling cocok dan tidak berambisi tinggi. Akan tetapi, Teman
Ahok takut jika Djarot tidak akan diijinkan partai PDI-P untuk menemani
Ahok. Karena partai memiliki mekanismenya, pertanyaan Teman Ahok pada
Djarot adalah, “Jika Partai tidak mengijinkan Bapak Djarot untuk menjadi
calon wagub 2017, apakah bapak bersedia untuk keluar dari partai dan
tetap bersama Ahok di jalur Indenpenden?” Karena waktu telah mendesak
Teman Ahok, jika Djarot mengundurkan diri ditengah pengumpulan KTP,
dapat dipastikan seluruh kerja Teman Ahok akan musnah, seluruh
perjuangan akan hilang.
Djarot sendiri memutuskan akan tetap mendengarkan perintah partai. Sehingga dipilihlah nama Heru.
Saat Ahok menjumpai Ibu Mega, ketua umum PDI-P, untuk meminta kepastian
dukungan PDI-P kepada dirinya dan Djarot, untuk pilgub 2017. Ibu Mega
tidak sanggup memberikan kepastian karena DPD DKI Jakarta dibawah Boy
Sadikin menolak agar Ahok yang diusung tanpa melalui mekanisme partai.
Ahok akhirnya memilih untuk Indenpenden. Boy Sadikin merasa jika
beliaulah calon kuat untuk gubernur 2017, dan mulai melakukan pertemuan
politik dengan partai-partai lain untuk membuka wacana satu koalisi
seluruh partai dengan dirinya sebagai calon gubernur. Langkah ini
sebenarnya sangatlah cerdas, posisinya akan jauh lebih kuat daripada
Yusril yang hanya dari partai kecil PBB, dan Sandiaga Uno kader
Gerindra. Dengan membawa dukungan besar PDI-P, Boy Sadikin dapat dengan
mudah menjadi calon Gubernur dan membuka posisi wakil untuk partai
lainnya sebagai ‘tawar-menawar’ politik.
PDI-P yang ditinggal
Ahok berrencana untuk melemahkan posisi Ahok. Mereka menyerang Ahok
sebagai anak tidak tahu diri dan mengatakan jika Ahok harus ingat
jasa-jasa PDI-P. Salah satu Elit PDI-P mengumumkan, “Seluruh kader PDI-P
harus mendukung Ahok hingga akhir jabatannya.”
Bahasa itu
diterjemahkan oleh banyak pengamat politik sebagai bahasa halus dari,
“Seluruh Kader PDI-P harus menarik dukungannya dari Ahok.”
Hal
yang tidak terduga adalah, PDI-P yang selama ini, merasa Ahok bukanlah
siapa-siapa tanpa dukungan PDI-P, harus menelan pil pahit. PDI-P melihat
Ahok malah semakin mendapatkan dukungan dan masyarakat malah mengecam
dan membully PDI-P setelah kata ‘DEPARPOLISASI” dan juga tindakan mereka
pada Ahok. PDI-P melihat jika mereka mulai kehilangan dukungan dan
masyarakat semakin mendukung jalur Indenpenden serta melupakan partai.
PDI-P yang terjepit segera memutuskan untuk mencari seorang calon
gubernur yang dapat mengalahkan Ahok, yang dapat mencuri simpati
masyarakat. Karena jika PDI-P kalah, basis kekuatan partai wilayah
Jakarta untuk pemilu 2019 akan hilang.
PDI-P juga akan sulit
menerima tawaran Yusril yang menyediakan posisi ‘wakil Gubernur’ untuk
mereka. Sebagai partai pemenang dan besar, tidak mungkin akan tunduk
pada Yusril atau partai manapun. Apalagi jika mereka kalah, tentu akan
sangat memalukan.
PDI-P juga tidak mungkin memberikan dukungan
tanpa syarat untuk Ahok, karena posisi wakil gubernur sudah diisi oleh
Heru. Djarot tidak lagi mungkin masuk ke posisi wagub. PDI-P akan
mendapatkan tamparan keras jika kembali pada Ahok. Sehingga mereka
melancarkan aksi untuk menunggu Ahok bersedia memasuki seleksi terbuka
Partai, memohon jika Ahok menawarkan dirinya pada partai. Dengan
demikian akan terlihat Ahok yang mengemis bukan sebaliknya. Akan tetapi
Ahok tidak bersedia ikut dalam seleksi PDI-P yang jelas penuh syarat.
PDI-P menerima hajaran keras dan
[3/26, 06:18] Tionardi Owen: semua tindakannya seperti makan buah simalakama.
Seluruh partai selalu penuh pertimbangan, jika mereka harus mengusung
seseorang, mereka harus yakin akan kemenangan mereka. Karena kalah akan
menghabiskan biaya, kehilangan pendukung dan juga nama baik. Terkadang
mereka lebih memilih untuk mendukung dan ikut dalam ombak kemenangan,
setidaknya meski habis uang, pendukung mereka akan semakin banyak,
tingkat kepercayaan masyarakat tidak akan hilang.
Nasdem dan
Hanura yang tidak memiliki calon diusung, memilih untuk mendukung Ahok
yang mereka yakini akan dapat menang dan membawa nama baik pada partai.
Sedangkan PKB yang menunjuk Ahmad Dhani melihat jika calon mereka tidak
mendapatkan simpati dari masyarakat dan tidak memiliki peluang menang.
Sehingga memutuskan untuk memasukkan Ahok ke dalam calon yang akan
mereka dukung. Demi kebaikan partai.
PDI-P yang mengerti prinsip
ini mengambil jalan yang sangat menyakitkan bagi Boy Sadikin. Mereka
mengganggap Boy tidak memiliki tingkat popularitas ataupun elektibitas
yang dapat membuat mereka memenangkan pilgub 2017. Mereka sekali lagi
tidak menghargai jasa besar Boy Sadikin. Meski membuka seleksi, mata
dari PDI-P sudah melihat pada beberapa calon besar yang dirasa mampu
memenangkan mereka, seperti Risma, Ganjar atau Djarot.
Nama Boy
Sadikin menghilang dari daftar calon pilihan para Elit raksasa PDI-P.
Perjuangan dan pengabdiannya bertahun-tahun pada Partai PDI-P bertepuk
sebelah tangan. Dia sudah dikorbankan partai berkali-kali dan saat ini
rencananya akan dikorbankan lagi. Pria mana yang sanggup menerima hinaan
ini berkali-kali. Luka hati yang belum juga sembuh malah dirobek-robek
lagi.
Dengan hati berdarah dan kesetiaan serta jerih payah yang
tiada berbuah, beliau menuliskan surat pengunduran dirinya dari partai
yang telah menjadi rumahnya selama ini. Akan tetapi rumah itu tidak
mengakuinya. Saat Ahok dituduh tidak balas budi pada Partai, begitu juga
Boy Sadikin menuduh partai PDI-P yang tidak melihat jasa besarnya dalam
perjuangannya menguasai DKI Jakarta bertahun-tahun. Seluruh kesetiaan,
keringat, darah dan harta miliknya sudah dikorbankan untuk partai, namun
tiada berbalas.
Boy dikabarkan akan bergabung dengan Partai
Gerindra. Kembali ini adalah sebuah pukulan sangat keras pada PDI-P.
Dengan basis kekuatan Boy Sadikin sebagai Ketua DPD DKI Jakarta selama
bertahun-tahun. Beliau masih memiliki kekuatan yang sangat besar di
wilayah Jakarta. Ada istilah, Jendral yang dicopot oleh raja sekalipun
masih akan memiliki bawahan dan pengikut yang setia padanya.
Jika
Boy benar-benar keluar dari PDI-P hanya Tuhan yang tahu berapa banyak
orang-orang dalam PDI-P yang akan diseretnya pindah ke partai lain.
PDI-P dapat dipastikan akan melemah hingga titik terrendah.
Jika
PDI-P berjuang mengangkat Risma untuk pilgub Jakarta 2017. Maka mereka
juga akan kehilangan suara dari Surabaya terlepas Risma menang atau
kalah. Karena Masyarakat Surabaya akan melihat Risma tidak memenuhi
janjinya. Jika Risma menang setidaknya nama PDI-P di Jakarta akan
menguat. Akan tetapi jika Risma kalah melawan Ahok. Dapat dikatakan
PDI-P melakukan tindakan bunuh diri dengan kehilangan suara dari
Surabaya dan Jakarta. Pada pilgub 2019, PDI-P akan menjadi partai kecil
yang tidak populer sedangkan Nasdem kemungkinan akan menjadi partai
besar berlimpah dukungan masyarakat.
Djarot sungguh kecewa pada
Teman Ahok. Meski bagaimanapun juga, Ahok adalah sahabatnya. Beliau
tidak akan menyerang Ahok, namun hanya selalu menasehati agar Ahok
berhati-hati pada Teman Ahok yang dapat menjerumuskannya. Beliau ingin
Ahok mengikuti mekanisme Partai dan maju bersamanya, apa daya Teman Ahok
mengagalkan semua rencananya.
Kursi Wakil Gubernur yang sudah
pasti berada dalam jangkauannya, dan siapa tahu kursi Gubernur periode
2022 dapat menjadi miliknya, kini hancur oleh Teman Ahok.
Dendam
ini pasti ada. Apalagi PDI-P mulai goyah akibat manuver Teman Ahok.
Dengan sengaja beliau mengatakan jika ‘Teman Ahok’ bermarkas di atas
tanah milik Pemprov DKI Jakarta. Untuk menyerang Teman Ahok.
Pucuk dicinta, ulam pun tiba, Taufik dari Gerindra langsung menyambar
isu tersebut dan membentuk Pansus demi melakukan segala cara untuk
menghentikan langkah Teman Ahok. Haji Lulung, Wanita Emas, dan semuanya
langsung ikut melancarkan serangan. Djarot meminta markas Teman Ahok
untuk pindah.
Hal yang tidak disangka-sangka oleh semua orang dan
para pengamat adalah Ahok yang secara pribadi balas menyerang langsung
pada PDI-P. Ahok berdiri dan menjadi tameng bagi Teman Ahok, tidak
peduli Djarot temannya, PDI-P adalah partai sahabat baiknya. Dia balas
menyerang langsung pada PDI-P, dengan cara mengeluarkan sebuah daftar
panjang kantor-kantor cabang PDI-P yang berdiri di atas tanah Pemprov
Jakarta. Seakan-akan berkata, “Jika kalian ingin menyeret Markas Teman
Ahok keluar, aku juga akan menyeret cabang-cabang PDI-P keluar!”
Atau dengan bahasa lain, “Aku tidak takut pada siapapun, selama mereka
mencoba menzalimi yang kecil dalam perlindunganku. Aku akan berdiri di
hadapan mereka. Ketemu dewa bunuh dewa, ketemu iblis hancurkan Iblis.”
Ahok kini mulai menunjukkan taringnya, anggota-anggota politik yang
ingin melemahkan TEMAN AHOK mulai berhati-hati. Ahok bagaikan anjing
gila yang tiada takut pada siapapun.
Banyak julukan yang
diberikan orang pada Ahok, ‘Tidak tahu balas budi, tidak berperasaan,
Galak, Tukang marah-marah, Tukang pecat-pecat, dan banyak lagi.” Apakah
Ahok sebenarnya adalah demikian?
Tingkah laku Ahok ini
mengingatkanku pada perkataan Jokowi pada Ahok, “Sahabat saya yang satu
ini, kelihatan luarnya saja galak, selalu marah-marah. Tapi hatinya
sebenarnya sangat lembut. Paling ngak tahan kalau lihat orang susah
datang memohon.”
Beberapa ahli yang pernah mencoba membaca
kepribadian Ahok pernah bercerita jika beliau memiliki tingkat Protektif
yang sangat tinggi. Tidak memiliki rasa takut dan juga memiliki
sensitifitas atau rasa tanggung jawab yang sangat tinggi. Hal ini
membuat gambaran Ahok menyerupai cerita jaman dahulu dimana seorang raja
yang sangat kejam bagi musuh-musuhnya, akan tetapi terkenal sangat baik
serta melindungi bagi rakyatnya. Mereka adalah orang yang membalaskan
kejahatan 10 kali lipat untuk setiap kejahatan yang mereka terima dan
membalaskan 10 kali lipat kebaikan dari setiap kebaikan yang mereka
terima. Ahok tidak pernah diam atas serangan yang ditujukan padanya.
Beberapa orang dalam Balai kota yang sering menemani Ahok pernah
berkata terkadang beliau meneteskan air mata saat menerima laporan
orang-orang kecil yang membutuhkan bantuan. Hal itu juga membuat Ahok
marah besar pada para PNS yang berani mencuri uang-uang dari orang kecil
ini dan tidak segan-segan menghukum mereka.
Beliau pernah dalam
sebuah acara peresmian taman terbuka melewati sebuah rumah di mana
seorang tua yang sudah cacat berdiri dihadapan rumah bersama
keluarganya, menegur Ahok dan memintanya untuk singgah. Ahok melewatinya
sambil berkata, “Nanti.”
Setelah perresmian taman selesai,
beliau mengejutkan orang-orang dengan kembali ke rumah tadi dan singgah
pada orang tua tersebut. Untuk memenuhi janjinya. Tampak Ahok selalu
memegang pada janji-janjinya besar dan kecil. Pak Tito mantan Kapolda
mengatakan jika kata-kata Ahok bukan sekedar janji-janji surga.
Pak Ahok pernah berkata, “Tugas pemerintah adalah melindungi rakyatnya
dari janin hingga ke liang kubur.” Dan beliau berusaha keras untuk
melakukannya. Beliau tidak pernah menggusur satu tempat pun jika Rusun
yang ada belum tersedia. Beliau juga hanya menggusur para PKL karena ada
pemprov DKI Jakarta bagian usaha kecil dan menengah yang bersedia
menampung mereka dan memberikan bantuan modal sekitar 10 juta untuk
usaha yang lebih baik dan tempat yang lebih baik. Akan tetapi semua
orang tahu, masih ada oknum PNS yang berani menjual-jual rusun yang
seharusnya menjadi hak orang miskin. Dan begitu juga kemarahan Ahok
begitu besar saat oknum tertentu menjual tempat usaha yang seharusnya
gratis milik para PKL. Pemprov DKI bagian usaha kecil menengah
ditargetkan oleh Ahok untuk membagikan modal usaha dan tempat usaha
sebanyak 100.000.- unit pada PKL yang membutuhkan ternyata dalam 3 tahun
dinas ini hanya memberikan 400 tempat usaha
[3/26, 06:18] Tionardi
Owen: untuk PKL. Apakah Ahok tidak boleh marah-marah saat melihat
banyak oknum yang mempermainkan hak-hak orang kecil? Padalah 100.000 PKL
yang mendapatkan modal 10 juta masing-masing barulah bernilai 1
trilyun, sedangkan UPS aja 1,2 T. Apakah Jakarta kekurangan PKL yang
membutuhkan modal?
Dalam pemerintahan Ahok, orang-orang kecil
yang tergusur selalu merasa senang dengan kehidupan mereka yang menjadi
lebih baik. Bagi mereka, Ahok adalah kiriman Tuhan untuk memperbaiki
kehidupan mereka. Lalu bagi mereka yang sudah kaya dan tergusur masuk ke
rusun yang kecil, mereka akan mendendam Ahok seumur hidupnya.
Bagi pengusaha dan konglomerat, Ahok juga adalah kiriman Tuhan bagi
mereka. Siapa yang tidak tahu jika para pengusaha Jakarta selalu menjadi
tempat pemerasan oleh beberapa PNS Pemprov DKI dan anggota DPRD. Saat
pengusaha ini sudah membayar pajak mereka, melakukan semua yang sesuai
peraturan, tetap saja mereka akan dikunjungi oleh orang-orang ini untuk
meminta tambahan uang masuk.
Tidak jarang jika pengusaha ini
tidak mau membayar, maka DPRD dengan menggunakan PNS Pemprov akan
mempersulit usaha mereka, mencari masalah bahkan menutup tempat usaha
mereka. Meski mereka sudah membayar segalanya sesuai peraturan, uang
samping selalu harus dibayar yang tidak jarang sangat memberatkan
pengusaha.
Pernah suatu ketika seorang pengusaha menghubungi Ahok
karena ada seorang PNS yang datang ke kantornya untuk mencoba meminta
sejumlah uang darinya. PNS tersebut langsung masuk dalam daftar staf dan
dalam tahap pemecatan. Beberapa anggota DPRD yang mencoba memeras
pengusaha menemukan jika mereka kehilangan taring mereka setelah Ahok
merotasi semua PNS yang bersedia menjadi anjing galak mereka mengigit
pengusaha.
Akan tetapi banyak juga pengusaha nakal yang tidak
menyukai Ahok, karena sejak beliau naik, berbagai urusan usaha yang
seharusnya bisa dimudahkan dengan bantuan uang malah tidak lagi bisa.
Kini semuanya harus mengikuti prosedur yang tertulis. Uang tidak lagi
berarti apapun juga. Beberapa pengusaha seperti Jakarta Monorel dan juga
pengusaha yang biasa bermain dengan pemprov dan DPRD sudah gulung
tikar. Tidak sedikit yang sudah mengirimkan ancaman pembunuhan pada
Ahok.
Pernah ada yang bertanya pada Ahok, “Untuk apakah bapak
berjuang begitu berat, melawan DPRD, melawan partai, bahkan hampir
melawan semua institusi di negara ini. Bukankah lebih baik mengikuti
arus dan mengambil keuntungan dari jabatan bapak? Tidak perlu
marah-marah, tidak perlu pecat sana-pecat sini, tidak perlu kerja hingga
malam hari. Cukup nikmati jabatan bapak sebagaimana gubernur-gubernur
sebelumnya.”
Ibu Ahok pernah cerita, pada saat dia kecil, saat
bersama keluarganya sedang makan di salah satu restoran, dia melihat
seorang anak miskin yang melihat mereka sedang makan. Tidak tega akan
keadaan itu, Ahok kecil mengambil uangnya untuk diberikan pada anak
miskin itu. Ahok ingat saat itu...
Negara sekaya dan sebesar ini, ternyata tidak melindungi yang orang miskin...
Lalu saat Ahok bekerja, dia menemukan tambang pamannya harus ditutup
karena beberapa pejabat pemerintah dan anggota DRPD mencoba mencari
keuntungan dari tambang itu dan memeras mereka habis-habisan. Pamannya
dan dirinya mencoba untuk mempertahankan tambang tersebut karena menjadi
sumber kehidupan bagi ratusan orang dan keluarga. Akan tetapi, meski
setelah mengikuti seluruh prosedur pemerintah, mereka terus diperas
hingga pamannya berhutang dan menutup tambang. Membuat banyak
teman-temannya kehilangan pekerjaan.
Negara sekaya dan sebesar
ini juga, tidak ramah pada para pengusaha yang mempekerjakan banyak
orang. Setiap orang hanya memikirkan diri mereka sendiri.
“Pemerintah tidak mempedulikan orang miskin, pemerintah juga memeras
pengusaha. Negara ini tidak memiliki pemerintahan yang mengayomi!
Pemerintah ini membunuh rakyatnya sendiri!” Marah pada keadaan ini, Ahok
memutuskan untuk mencoba berusaha di luar negeri seperti Kanada, akan
tetapi ayahnya berkata, “Jika kamu dapat menjadi bagian dari pemerintah,
kamu akan dapat membantu banyak orang. Asalkan niatmu baik dan bersih,
Tuhan akan membantumu. Karena setiap jabatan adalah amanah dari Tuhan.”
Perjalanan Ahok pun dimulai dari Bangka Belitung hingga Gubernur
Jakarta, tidak memiliki banyak kekayaan, tidak memiliki dukungan partai
tetap, hanya berbekal niat murni membantu rakyat dan amanah dari Tuhan,
beliau berjuang dengan taruhan selembar nyawanya. Untuk membangun sebuah
pemerintahan yang melindungi dan mengayomi rakyatnya.
Seorang pria boleh mati, tetapi mimpinya harus tetap hidup.
Share........untuk pemimpin yg bersih
Penulis [3/26, 06:18] Tionardi Owen:
Editor : Nies Tabuni
Sumber fb copy :
Reico Watimuryhttps://www.facebook.com/reyco.wattimury?fref=nf
Foto Ilustrasi :
ahok basuky biografi
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgSqwMMQkvt1Hr7IJdgU6aKO42TqbwaSl3QheS_ZmKIuXmhb64PuzoSue2bMa2rJ7QeDKVuevbR_DVnA5aje7BYT50pGf_pZDbB3ldv1ZrDQ1ZbqMIDX1j4Plfqm9HUoykn65_u8HDLqiXn/s1600/ahok-basuki-biografi-1.jpg
Home / Uncategories / Seorang pria boleh mati, tetapi mimpinya harus tetap hidup. Share.untuk pemimpin yg bersih
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
0 Comments:
Posting Komentar