Seorang pria boleh mati, tetapi mimpinya harus tetap hidup. Share.untuk pemimpin yg bersih

 Journal grassroots West Papua 26/3/2016 Artikel panjang yang sangat bagus , mohon dibaca sampai habis.
Djarot menyerang, Boy Sadikin (anak Ali Sadikin ) undur diri, PDI-P Ge-Ga-Na...
(Gelisah Galau Merana )

Dalam politik selalu terdengar, “Tiada musuh yang abadi, tiada teman yang kekal.” Terlihat Djarot menyerang Teman Ahok dan Ahok sendiri menyerang balik PDI-P. Keduanya sudah masuk dalam tahap saling bermusuhan.
Semuanya berawal dari seorang yang bernama Boy Sadikin dan ambisinya, Beliau adalah mantan Wakil Ketua DPRD Jakarta komisi D 2009-2014 dan juga ketua DPD PDI-P DKI Jakarta. Perjuangannya yang berdarah-darah selama bertahun-tahun malah berbalik luka sakit hati dicampakkan oleh PDI-P.
Pada Pilgub DKI Jakarta 2012, Boy yang merupakan ketua DPD PDI-P Jakarta mengajukan diri sebagai calon gubernur. Seperti yang kita ketahui bersama, perjuangan di dalam sebuah partai sangatlah berat, menghabiskan waktu, uang dan tenaga. Berjuang untuk mimpinya menjadi seorang Gubernur seperti ayahnya Ali Sadikin, beliau membangun kekuatan PDI-P di Jakarta, mengembangkan anak-anak cabang dan ranting-rantingnya. Beliau turun secara langsung mengumpulkan kader-kader muda, membiayai biaya operasional mereka dan berjuang habis-habisan. Seluruh jiwa dan raganya untuk PDI-P.
Dapat dikatakan di wilayah Jakarta, sebagai ketua DPD PDI-P, Boy adalah orang nomor 1 PDI-P. DKI Jakarta adalah basis wilayahnya, mimpi dan perjuangannya. Akan tetapi pada Pilgub 2012, beliau harus menerima pil pahit. PDI-P memilih Jokowi yang merupakan kader PDI-P dari Solo untuk menduduki wilayah Jakarta. Bagi pandangan orang dalam partai, ini berarti wilayah perjuangannya telah direbut oleh sesama saudara. Apa yang diperjuangkannya di Jakarta malah dipanen oleh Jokowi.
Pil pahit ditelannya, Boy menjadi ketua tim sukses Jokowi-Ahok di DKI Jakarta, karena beliau adalah orang nomor satu dan paling disegani di Jakarta. Dengan berbesar hati, jabatan itu diemban dengan baik, karena dijanjikan jika Jokowi sesungguhnya hanya menumpang pilgub DKI Jakarta 2012 untuk membawanya ke pemilu presiden 2014.
Dengan penuh kesabaran beliau berjuang demi partai yang dicintainya, hingga Jokowi menjadi presiden dan muncullah tempat kosong ‘Wakil Gubernur’. Oleh PDI-P kursi kosong itu sesungguhnya menjadi milik Boy Sadikin, beliau yang paling bekerja keras bagi PDI-P di Jakarta.
Namun dari sana muncullah Ahok yang ‘kurang bel-ajar’. Beliau berkata, “Saya tidak akan menandatangani pengangkatan Wagub yang menurut saya tidak cocok dalam membantuku. Aku meminta agar PDI-P memberikan Djarot padaku yang lebih berpengalaman dalam bidang pemerintahan kota.”
Hubungan Ahok dan Djarot sangatlah baik, sekitar tahun 2008 pada sebuah kunjungan kerja ke luar negeri, saat itu Djarot masih menjabat sebagai walikota Blitar, beliau bertemu dengan Ahok yang masih duduk di kursi DPR untuk pertama kalinya. Pada malam itu, mereka berdua menolak ajakan ‘pelisiran’ seperti anggota lainnya dan kembali ke hotel untuk membahasa mengenai pemerintahan kota dan masa depan Indonesia. Dari hubungan baik itu, Ahok terus teringat pada Djarot yang jujur.
Boy Sadikin hampir menangis darah, kursi wagub-nya direbut oleh seorang kader PDI-P dari Blitar. Itu membuatnya sungguh sakit hati dan apalagi, beliaulah yang mengirimkan surat penunjukkan dari PDI-P langsung untuk Djarot menemani Ahok. Bagi yang mengenal Boy Sadikin, mereka tahu betapa besarnya beliau telah berjuang untuk Partai, kursi Gubernur dan Wagub Jakarta harus direlakannya hilang dari depan mata dan bahkan dengan kedua tangannya menyerahkannya karena perintah partai.
Isu mengundurkan diri sebenarnya sudah terdengar pada saat itu, karena merasa partai yang diperjuangkannya dengan berdarah-darah sama sekali tidak membantunya. Akan tetapi saudara-saudaranya segera mendorongnya untuk bertahan dengan sebuah janji pilgub 2017. Yang dijanjikan akan menjadi miliknya, karena seluruh partai PDI-P dan koalisinya akan mendukungnya sebagai balas jasanya pada partai.
Akan tetapi pilgub 2017 DKI Jakarta malah diisukan untuk diduduki oleh Ahok dan Djarot. Sakit hati Boy Sadikin semakin membara, beliau mengamuk dan mengumpulkan dukungan sesama kader dalam DPD PDI-P untuk menolak mengakui Ahok. Alasannya adalah Ahok bukanlah orang partai, Ahok orang luar, tidak berjasa untuk partai, tidak memiliki loyalitas pada partai, untuk apa mengangkat dan mendukung orang luar untuk menjadi Gubernur dengan seluruh kekuatan PDI-P yang besar. Seharusnya PDI-P mendukung dirinya yang sudah berjuang untuk partai, bersabar selama bertahun-tahun dan tetap setia.
Teman Ahok yang diserang oleh Yusril mengenai masalah ‘nama wagub’ dalam keadaan kacau dan mendesak Ahok memutuskan nama wakilnya.
Ahok meminta agar nama Djarot dimasukkan, karena Djarot menurut Ahok adalah pasangan paling cocok dan tidak berambisi tinggi. Akan tetapi, Teman Ahok takut jika Djarot tidak akan diijinkan partai PDI-P untuk menemani Ahok. Karena partai memiliki mekanismenya, pertanyaan Teman Ahok pada Djarot adalah, “Jika Partai tidak mengijinkan Bapak Djarot untuk menjadi calon wagub 2017, apakah bapak bersedia untuk keluar dari partai dan tetap bersama Ahok di jalur Indenpenden?” Karena waktu telah mendesak Teman Ahok, jika Djarot mengundurkan diri ditengah pengumpulan KTP, dapat dipastikan seluruh kerja Teman Ahok akan musnah, seluruh perjuangan akan hilang.
Djarot sendiri memutuskan akan tetap mendengarkan perintah partai. Sehingga dipilihlah nama Heru.
Saat Ahok menjumpai Ibu Mega, ketua umum PDI-P, untuk meminta kepastian dukungan PDI-P kepada dirinya dan Djarot, untuk pilgub 2017. Ibu Mega tidak sanggup memberikan kepastian karena DPD DKI Jakarta dibawah Boy Sadikin menolak agar Ahok yang diusung tanpa melalui mekanisme partai.
Ahok akhirnya memilih untuk Indenpenden. Boy Sadikin merasa jika beliaulah calon kuat untuk gubernur 2017, dan mulai melakukan pertemuan politik dengan partai-partai lain untuk membuka wacana satu koalisi seluruh partai dengan dirinya sebagai calon gubernur. Langkah ini sebenarnya sangatlah cerdas, posisinya akan jauh lebih kuat daripada Yusril yang hanya dari partai kecil PBB, dan Sandiaga Uno kader Gerindra. Dengan membawa dukungan besar PDI-P, Boy Sadikin dapat dengan mudah menjadi calon Gubernur dan membuka posisi wakil untuk partai lainnya sebagai ‘tawar-menawar’ politik.
PDI-P yang ditinggal Ahok berrencana untuk melemahkan posisi Ahok. Mereka menyerang Ahok sebagai anak tidak tahu diri dan mengatakan jika Ahok harus ingat jasa-jasa PDI-P. Salah satu Elit PDI-P mengumumkan, “Seluruh kader PDI-P harus mendukung Ahok hingga akhir jabatannya.”
Bahasa itu diterjemahkan oleh banyak pengamat politik sebagai bahasa halus dari, “Seluruh Kader PDI-P harus menarik dukungannya dari Ahok.”
Hal yang tidak terduga adalah, PDI-P yang selama ini, merasa Ahok bukanlah siapa-siapa tanpa dukungan PDI-P, harus menelan pil pahit. PDI-P melihat Ahok malah semakin mendapatkan dukungan dan masyarakat malah mengecam dan membully PDI-P setelah kata ‘DEPARPOLISASI” dan juga tindakan mereka pada Ahok. PDI-P melihat jika mereka mulai kehilangan dukungan dan masyarakat semakin mendukung jalur Indenpenden serta melupakan partai.
PDI-P yang terjepit segera memutuskan untuk mencari seorang calon gubernur yang dapat mengalahkan Ahok, yang dapat mencuri simpati masyarakat. Karena jika PDI-P kalah, basis kekuatan partai wilayah Jakarta untuk pemilu 2019 akan hilang.
PDI-P juga akan sulit menerima tawaran Yusril yang menyediakan posisi ‘wakil Gubernur’ untuk mereka. Sebagai partai pemenang dan besar, tidak mungkin akan tunduk pada Yusril atau partai manapun. Apalagi jika mereka kalah, tentu akan sangat memalukan.
PDI-P juga tidak mungkin memberikan dukungan tanpa syarat untuk Ahok, karena posisi wakil gubernur sudah diisi oleh Heru. Djarot tidak lagi mungkin masuk ke posisi wagub. PDI-P akan mendapatkan tamparan keras jika kembali pada Ahok. Sehingga mereka melancarkan aksi untuk menunggu Ahok bersedia memasuki seleksi terbuka Partai, memohon jika Ahok menawarkan dirinya pada partai. Dengan demikian akan terlihat Ahok yang mengemis bukan sebaliknya. Akan tetapi Ahok tidak bersedia ikut dalam seleksi PDI-P yang jelas penuh syarat. PDI-P menerima hajaran keras dan
[3/26, 06:18] Tionardi Owen: semua tindakannya seperti makan buah simalakama.

Seluruh partai selalu penuh pertimbangan, jika mereka harus mengusung seseorang, mereka harus yakin akan kemenangan mereka. Karena kalah akan menghabiskan biaya, kehilangan pendukung dan juga nama baik. Terkadang mereka lebih memilih untuk mendukung dan ikut dalam ombak kemenangan, setidaknya meski habis uang, pendukung mereka akan semakin banyak, tingkat kepercayaan masyarakat tidak akan hilang.
Nasdem dan Hanura yang tidak memiliki calon diusung, memilih untuk mendukung Ahok yang mereka yakini akan dapat menang dan membawa nama baik pada partai. Sedangkan PKB yang menunjuk Ahmad Dhani melihat jika calon mereka tidak mendapatkan simpati dari masyarakat dan tidak memiliki peluang menang. Sehingga memutuskan untuk memasukkan Ahok ke dalam calon yang akan mereka dukung. Demi kebaikan partai.
PDI-P yang mengerti prinsip ini mengambil jalan yang sangat menyakitkan bagi Boy Sadikin. Mereka mengganggap Boy tidak memiliki tingkat popularitas ataupun elektibitas yang dapat membuat mereka memenangkan pilgub 2017. Mereka sekali lagi tidak menghargai jasa besar Boy Sadikin. Meski membuka seleksi, mata dari PDI-P sudah melihat pada beberapa calon besar yang dirasa mampu memenangkan mereka, seperti Risma, Ganjar atau Djarot.
Nama Boy Sadikin menghilang dari daftar calon pilihan para Elit raksasa PDI-P. Perjuangan dan pengabdiannya bertahun-tahun pada Partai PDI-P bertepuk sebelah tangan. Dia sudah dikorbankan partai berkali-kali dan saat ini rencananya akan dikorbankan lagi. Pria mana yang sanggup menerima hinaan ini berkali-kali. Luka hati yang belum juga sembuh malah dirobek-robek lagi.
Dengan hati berdarah dan kesetiaan serta jerih payah yang tiada berbuah, beliau menuliskan surat pengunduran dirinya dari partai yang telah menjadi rumahnya selama ini. Akan tetapi rumah itu tidak mengakuinya. Saat Ahok dituduh tidak balas budi pada Partai, begitu juga Boy Sadikin menuduh partai PDI-P yang tidak melihat jasa besarnya dalam perjuangannya menguasai DKI Jakarta bertahun-tahun. Seluruh kesetiaan, keringat, darah dan harta miliknya sudah dikorbankan untuk partai, namun tiada berbalas.
Boy dikabarkan akan bergabung dengan Partai Gerindra. Kembali ini adalah sebuah pukulan sangat keras pada PDI-P. Dengan basis kekuatan Boy Sadikin sebagai Ketua DPD DKI Jakarta selama bertahun-tahun. Beliau masih memiliki kekuatan yang sangat besar di wilayah Jakarta. Ada istilah, Jendral yang dicopot oleh raja sekalipun masih akan memiliki bawahan dan pengikut yang setia padanya.
Jika Boy benar-benar keluar dari PDI-P hanya Tuhan yang tahu berapa banyak orang-orang dalam PDI-P yang akan diseretnya pindah ke partai lain. PDI-P dapat dipastikan akan melemah hingga titik terrendah.
Jika PDI-P berjuang mengangkat Risma untuk pilgub Jakarta 2017. Maka mereka juga akan kehilangan suara dari Surabaya terlepas Risma menang atau kalah. Karena Masyarakat Surabaya akan melihat Risma tidak memenuhi janjinya. Jika Risma menang setidaknya nama PDI-P di Jakarta akan menguat. Akan tetapi jika Risma kalah melawan Ahok. Dapat dikatakan PDI-P melakukan tindakan bunuh diri dengan kehilangan suara dari Surabaya dan Jakarta. Pada pilgub 2019, PDI-P akan menjadi partai kecil yang tidak populer sedangkan Nasdem kemungkinan akan menjadi partai besar berlimpah dukungan masyarakat.
Djarot sungguh kecewa pada Teman Ahok. Meski bagaimanapun juga, Ahok adalah sahabatnya. Beliau tidak akan menyerang Ahok, namun hanya selalu menasehati agar Ahok berhati-hati pada Teman Ahok yang dapat menjerumuskannya. Beliau ingin Ahok mengikuti mekanisme Partai dan maju bersamanya, apa daya Teman Ahok mengagalkan semua rencananya.
Kursi Wakil Gubernur yang sudah pasti berada dalam jangkauannya, dan siapa tahu kursi Gubernur periode 2022 dapat menjadi miliknya, kini hancur oleh Teman Ahok.
Dendam ini pasti ada. Apalagi PDI-P mulai goyah akibat manuver Teman Ahok. Dengan sengaja beliau mengatakan jika ‘Teman Ahok’ bermarkas di atas tanah milik Pemprov DKI Jakarta. Untuk menyerang Teman Ahok.
Pucuk dicinta, ulam pun tiba, Taufik dari Gerindra langsung menyambar isu tersebut dan membentuk Pansus demi melakukan segala cara untuk menghentikan langkah Teman Ahok. Haji Lulung, Wanita Emas, dan semuanya langsung ikut melancarkan serangan. Djarot meminta markas Teman Ahok untuk pindah.
Hal yang tidak disangka-sangka oleh semua orang dan para pengamat adalah Ahok yang secara pribadi balas menyerang langsung pada PDI-P. Ahok berdiri dan menjadi tameng bagi Teman Ahok, tidak peduli Djarot temannya, PDI-P adalah partai sahabat baiknya. Dia balas menyerang langsung pada PDI-P, dengan cara mengeluarkan sebuah daftar panjang kantor-kantor cabang PDI-P yang berdiri di atas tanah Pemprov Jakarta. Seakan-akan berkata, “Jika kalian ingin menyeret Markas Teman Ahok keluar, aku juga akan menyeret cabang-cabang PDI-P keluar!”
Atau dengan bahasa lain, “Aku tidak takut pada siapapun, selama mereka mencoba menzalimi yang kecil dalam perlindunganku. Aku akan berdiri di hadapan mereka. Ketemu dewa bunuh dewa, ketemu iblis hancurkan Iblis.”
Ahok kini mulai menunjukkan taringnya, anggota-anggota politik yang ingin melemahkan TEMAN AHOK mulai berhati-hati. Ahok bagaikan anjing gila yang tiada takut pada siapapun.
Banyak julukan yang diberikan orang pada Ahok, ‘Tidak tahu balas budi, tidak berperasaan, Galak, Tukang marah-marah, Tukang pecat-pecat, dan banyak lagi.” Apakah Ahok sebenarnya adalah demikian?
Tingkah laku Ahok ini mengingatkanku pada perkataan Jokowi pada Ahok, “Sahabat saya yang satu ini, kelihatan luarnya saja galak, selalu marah-marah. Tapi hatinya sebenarnya sangat lembut. Paling ngak tahan kalau lihat orang susah datang memohon.”
Beberapa ahli yang pernah mencoba membaca kepribadian Ahok pernah bercerita jika beliau memiliki tingkat Protektif yang sangat tinggi. Tidak memiliki rasa takut dan juga memiliki sensitifitas atau rasa tanggung jawab yang sangat tinggi. Hal ini membuat gambaran Ahok menyerupai cerita jaman dahulu dimana seorang raja yang sangat kejam bagi musuh-musuhnya, akan tetapi terkenal sangat baik serta melindungi bagi rakyatnya. Mereka adalah orang yang membalaskan kejahatan 10 kali lipat untuk setiap kejahatan yang mereka terima dan membalaskan 10 kali lipat kebaikan dari setiap kebaikan yang mereka terima. Ahok tidak pernah diam atas serangan yang ditujukan padanya.
Beberapa orang dalam Balai kota yang sering menemani Ahok pernah berkata terkadang beliau meneteskan air mata saat menerima laporan orang-orang kecil yang membutuhkan bantuan. Hal itu juga membuat Ahok marah besar pada para PNS yang berani mencuri uang-uang dari orang kecil ini dan tidak segan-segan menghukum mereka.
Beliau pernah dalam sebuah acara peresmian taman terbuka melewati sebuah rumah di mana seorang tua yang sudah cacat berdiri dihadapan rumah bersama keluarganya, menegur Ahok dan memintanya untuk singgah. Ahok melewatinya sambil berkata, “Nanti.”
Setelah perresmian taman selesai, beliau mengejutkan orang-orang dengan kembali ke rumah tadi dan singgah pada orang tua tersebut. Untuk memenuhi janjinya. Tampak Ahok selalu memegang pada janji-janjinya besar dan kecil. Pak Tito mantan Kapolda mengatakan jika kata-kata Ahok bukan sekedar janji-janji surga.
Pak Ahok pernah berkata, “Tugas pemerintah adalah melindungi rakyatnya dari janin hingga ke liang kubur.” Dan beliau berusaha keras untuk melakukannya. Beliau tidak pernah menggusur satu tempat pun jika Rusun yang ada belum tersedia. Beliau juga hanya menggusur para PKL karena ada pemprov DKI Jakarta bagian usaha kecil dan menengah yang bersedia menampung mereka dan memberikan bantuan modal sekitar 10 juta untuk usaha yang lebih baik dan tempat yang lebih baik. Akan tetapi semua orang tahu, masih ada oknum PNS yang berani menjual-jual rusun yang seharusnya menjadi hak orang miskin. Dan begitu juga kemarahan Ahok begitu besar saat oknum tertentu menjual tempat usaha yang seharusnya gratis milik para PKL. Pemprov DKI bagian usaha kecil menengah ditargetkan oleh Ahok untuk membagikan modal usaha dan tempat usaha sebanyak 100.000.- unit pada PKL yang membutuhkan ternyata dalam 3 tahun dinas ini hanya memberikan 400 tempat usaha
[3/26, 06:18] Tionardi Owen: untuk PKL. Apakah Ahok tidak boleh marah-marah saat melihat banyak oknum yang mempermainkan hak-hak orang kecil? Padalah 100.000 PKL yang mendapatkan modal 10 juta masing-masing barulah bernilai 1 trilyun, sedangkan UPS aja 1,2 T. Apakah Jakarta kekurangan PKL yang membutuhkan modal?

Dalam pemerintahan Ahok, orang-orang kecil yang tergusur selalu merasa senang dengan kehidupan mereka yang menjadi lebih baik. Bagi mereka, Ahok adalah kiriman Tuhan untuk memperbaiki kehidupan mereka. Lalu bagi mereka yang sudah kaya dan tergusur masuk ke rusun yang kecil, mereka akan mendendam Ahok seumur hidupnya.
Bagi pengusaha dan konglomerat, Ahok juga adalah kiriman Tuhan bagi mereka. Siapa yang tidak tahu jika para pengusaha Jakarta selalu menjadi tempat pemerasan oleh beberapa PNS Pemprov DKI dan anggota DPRD. Saat pengusaha ini sudah membayar pajak mereka, melakukan semua yang sesuai peraturan, tetap saja mereka akan dikunjungi oleh orang-orang ini untuk meminta tambahan uang masuk.
Tidak jarang jika pengusaha ini tidak mau membayar, maka DPRD dengan menggunakan PNS Pemprov akan mempersulit usaha mereka, mencari masalah bahkan menutup tempat usaha mereka. Meski mereka sudah membayar segalanya sesuai peraturan, uang samping selalu harus dibayar yang tidak jarang sangat memberatkan pengusaha.
Pernah suatu ketika seorang pengusaha menghubungi Ahok karena ada seorang PNS yang datang ke kantornya untuk mencoba meminta sejumlah uang darinya. PNS tersebut langsung masuk dalam daftar staf dan dalam tahap pemecatan. Beberapa anggota DPRD yang mencoba memeras pengusaha menemukan jika mereka kehilangan taring mereka setelah Ahok merotasi semua PNS yang bersedia menjadi anjing galak mereka mengigit pengusaha.
Akan tetapi banyak juga pengusaha nakal yang tidak menyukai Ahok, karena sejak beliau naik, berbagai urusan usaha yang seharusnya bisa dimudahkan dengan bantuan uang malah tidak lagi bisa. Kini semuanya harus mengikuti prosedur yang tertulis. Uang tidak lagi berarti apapun juga. Beberapa pengusaha seperti Jakarta Monorel dan juga pengusaha yang biasa bermain dengan pemprov dan DPRD sudah gulung tikar. Tidak sedikit yang sudah mengirimkan ancaman pembunuhan pada Ahok.
Pernah ada yang bertanya pada Ahok, “Untuk apakah bapak berjuang begitu berat, melawan DPRD, melawan partai, bahkan hampir melawan semua institusi di negara ini. Bukankah lebih baik mengikuti arus dan mengambil keuntungan dari jabatan bapak? Tidak perlu marah-marah, tidak perlu pecat sana-pecat sini, tidak perlu kerja hingga malam hari. Cukup nikmati jabatan bapak sebagaimana gubernur-gubernur sebelumnya.”
Ibu Ahok pernah cerita, pada saat dia kecil, saat bersama keluarganya sedang makan di salah satu restoran, dia melihat seorang anak miskin yang melihat mereka sedang makan. Tidak tega akan keadaan itu, Ahok kecil mengambil uangnya untuk diberikan pada anak miskin itu. Ahok ingat saat itu...
Negara sekaya dan sebesar ini, ternyata tidak melindungi yang orang miskin...
Lalu saat Ahok bekerja, dia menemukan tambang pamannya harus ditutup karena beberapa pejabat pemerintah dan anggota DRPD mencoba mencari keuntungan dari tambang itu dan memeras mereka habis-habisan. Pamannya dan dirinya mencoba untuk mempertahankan tambang tersebut karena menjadi sumber kehidupan bagi ratusan orang dan keluarga. Akan tetapi, meski setelah mengikuti seluruh prosedur pemerintah, mereka terus diperas hingga pamannya berhutang dan menutup tambang. Membuat banyak teman-temannya kehilangan pekerjaan.
Negara sekaya dan sebesar ini juga, tidak ramah pada para pengusaha yang mempekerjakan banyak orang. Setiap orang hanya memikirkan diri mereka sendiri.
“Pemerintah tidak mempedulikan orang miskin, pemerintah juga memeras pengusaha. Negara ini tidak memiliki pemerintahan yang mengayomi! Pemerintah ini membunuh rakyatnya sendiri!” Marah pada keadaan ini, Ahok memutuskan untuk mencoba berusaha di luar negeri seperti Kanada, akan tetapi ayahnya berkata, “Jika kamu dapat menjadi bagian dari pemerintah, kamu akan dapat membantu banyak orang. Asalkan niatmu baik dan bersih, Tuhan akan membantumu. Karena setiap jabatan adalah amanah dari Tuhan.”
Perjalanan Ahok pun dimulai dari Bangka Belitung hingga Gubernur Jakarta, tidak memiliki banyak kekayaan, tidak memiliki dukungan partai tetap, hanya berbekal niat murni membantu rakyat dan amanah dari Tuhan, beliau berjuang dengan taruhan selembar nyawanya. Untuk membangun sebuah pemerintahan yang melindungi dan mengayomi rakyatnya.
Seorang pria boleh mati, tetapi mimpinya harus tetap hidup.
Share........untuk pemimpin yg bersih 

Penulis [3/26, 06:18] Tionardi Owen:
Editor : Nies Tabuni 
Sumber fb copy :
Reico Watimuryhttps://www.facebook.com/reyco.wattimury?fref=nf
Foto Ilustrasi :
ahok basuky biografi
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgSqwMMQkvt1Hr7IJdgU6aKO42TqbwaSl3QheS_ZmKIuXmhb64PuzoSue2bMa2rJ7QeDKVuevbR_DVnA5aje7BYT50pGf_pZDbB3ldv1ZrDQ1ZbqMIDX1j4Plfqm9HUoykn65_u8HDLqiXn/s1600/ahok-basuki-biografi-1.jpg

About tikomemedia.com

0 Comments:

Diberdayakan oleh Blogger.