Berita

AKSI SERENTAK NASIONAL PEMBEBASAN Kolektif Kota Ternate 19 Desember 2016


AKSI SERENTAK NASIONAL
PEMBEBASAN Kolektif Kota Ternate
19 Desember 2016

Ternate, Senin(19/12/2016). Pusat Perjuangan Mahasiswa untuk Pembebasan Nasional (PEMBEBASAN) Kolektif Kota Ternate menggelar Aksi Serentak Nasional.
Salam Pembebasan Nasional..!!
Salam Persatuan Rakyat..!!
Wa..wa..wa..wa..wa..wa..wa..wa..wa..!!
Dengan Hormat, atas kehendak yang sadar dengan TEGAS kami sampaikan bahwa, perjuangan kami tidak ada kepentingan politik apapun, selain dari perjuangan untuk rakyat tertindas. Perjuangan kami murni, perjuangan kami sepenuhnya untuk rakyat! Bilamana sebagian orang mengatakan kami adalah pemberontak, itu karena mereka tidak membuka mata, itu karena mereka tidak memiliki rasa kemanusiaan, terhadap bangsa yang rakyat-nya melarat!
“LURUSKAN SEJARAH, BERIKAN DEMOKRASI SELUAS-LUASNYA DAN SELESAIKAN PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA (HAM) DI WEST PAPUA”
Tri Komando Rakyat (TRIKORA) adalah sebuah komando yang dikeluarkan oleh Presiden Ir. Soekarno untuk menguasai West Papua pada tanggal 19 Desember 1961, yaitu tepat 19 hari setelah West Papua menyatakan MERDEKA pada tanggal 1 Desember 1961. Berikut isi Trikora :
1. Gagalkan Pembentukan “Negara Boneka Papua” buatan Belanda Kolonial.
2. Kibarkan Sang Merah Putih di Irian Barat Tanah Air Indonesia.
3. Bersiaplah untuk Mobilisasi Umum guna mempertahankan kemerdekaan dan kesatuan Tanah Air dan Bangsa.
Pada kenyataannya, untuk merealisasikan TRIKORA, maka dibentuk Komando Mandala yang dipimpin oleh Soeharto untuk melakukan operasi militer di West Papua. Sehingga, sejak Soekarno mengeluarkan Keputusan Presiden No. 1 Tahun 1962, secara sistematis Soeharto memimpin satuan militer untuk turun melakukan operasi lewat udara dalam fase infiltrasi seperti Operasi Banten Kedaton, Operasi Garuda, Operasi Serigala, Operasi Kancil, Operasi Naga, Operasi Rajawali, Operasi Lumbung, Operasi Jatayu. Operasi lewat laut adalah Operasi Show of Rorce, Operasi Cakra, dan Operasi Lumba-lumba. Sedangkan pada fase eksploitasi dilakukan Operasi Jayawijaya dan Operasi Khusus (Opsus). Akhirnya, melalui operasi tersebut wilayah papua diduduki, dan banyak rakyat West Papua yang telah dibantai.
Sejak Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945, Indonesia mengklaim seluruh wilayah jajahan hindia-belanda di Papua bagian barat adalah bagian dari wilayah NKRI, sedangkan pihak Belanda menganggap wilayah itu masih menjadi salah satu provinsi kerajaan Belanda. Seiring dengan perkembangannya, masalah ini dibicarakan dalam Konferensi Meja Bundar pada tahun 1949. Namun, Belanda dan Indonesia tidak berhasil mencapai keputusan mengenai West Papua, dan disetujui bahwa hal ini akan dibicarakan dalam jangka waktu 1 tahun. Sehingga, pada bulan Desember 1950, PBB memutuskan bahwa West Papua memiliki Hak Merdeka sesuai dengan pasal 73 poin e Piagam PBB. Indonesia tidak mengakui keputusan PBB, dengan alasan klaim atas kekuasaan Majapahit, klaim atas kekuasaan Tidore, klaim atas kekuasaan Hindia-Belanda, dan menghalau Pengaruh Imperialisme Barat di Asia Tenggara. Sedangkan, rakyat Papua tidak membenarkan dan menolak empat klaim tersebut yang menjadi alasan Soekarno. Pada akhirnya, ketidakpuasan rakyat West Papua dalam bentuk-bentuk protesnya, yang dimana tidak membenarkan dan menolak serta menentukan hak politik-nya untuk bebas dan merdeka mengakibatkan terjadi Darurat HAM di West Papua hingga saat ini.
Darurat Hak Asasi Manusia (HAM) dan Kebebasan Berekspresi kini masih menjadi persoalan bagi setiap bangsa, bukan hanya di Indonesia, tapi juga di West Papua. Tentunya, di Indonesia terjadi banyak pelanggaran HAM yang dimulai dari gerak sejarah 1965 terjadi pembantaian masal yang belum mampuh di adili hingga saat ini. Begitupun di West Papua, korban di Papua bermacam-macam. Ada korban pelanggaran HAM berat, korban kekerasan terhadap perempuan, anak-anak yang menjadi korban kekerasan, korban yang tanah nya dirampas dan lain-lain.
Dari penjelasan TRIKORA diatas, dapat kita simpulkan secara bersama bahwa, keberhasilan Indonesia menguasai dan mengkolonisasi (menjajah) West Papua melalui operasi khusus (OPSUS) serta manipulasi Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) yang diselenggarakan pada tahun 1969, mensyaratkan kedaulatan indonesia atas West papua tidak sah (ilegal). Karena Indonesia tidak mendapatkan kedaulatannya atas West Papua berdasaran New York Agreement atau Piagam Pemindahan Kedaulatan. PEPERA yang dilakukan 1969 yang terbukti tidak sah karena tidak memenuhi syarat-syarat prosedural sesuai prinsip-prinsip dan resolusi PBB terhadap wilayah tak berpemerintahan sendiri, juga tidak sah dijadikan klaim kedaulatan Indonesia atas West Papua, karena: Rakyat West Papua TIDAK DIMINTAI PENDAPAT di tahun 1962 ketika New York Agreement diputuskan, TIDAK DIMINTAI PENDAPAT ketika pilihan PEPERA 1969 ditetapkan, TIDAK DIMINTAI PENDAPAT terkait pilihan-pilihan apa yang harus ditetapkan sebelum pelaksanaan PEPERA. Suara musyawarah 1022 orang (4 orang lainnya tidak ambil bagian), kurang dari 0,2% dari populasi Papua, yang dikondisikan setuju untuk integrasi dengan Indonesia, bukanlah suara yang sah untuk menyatakan integrasi yang benar. Oleh karena itu pengambilaihan West Papua merupakan aneksasi illegal bagi bangsa West Papua.
Seiring dengan perkembangannya, hingga saat ini, banyak terjadi pelanggaran HAM akibat dari represifitas yang tinggi oleh pihak militer Indonesia di West Papua, ketika melakukan hak pembelaan dan pembenaran sejarah oleh rakyat West Papua. Tidak jauh berbeda dengan yang terjadi di Indonesia, kebebasan berekspresi, bersolidaritas, berserikat dalam tidakan-nya yang merupakan sebuah cakupan Demokrasi selalu di represif. Darurat HAM! Darurat Demokrasi! Itulah yang menjadi istilah kami saat ini, berdasarkan realitas atas kekuasaan Rezim saat ini (Jokowi-JK).
Untuk itu, hari ini tepat tanggal 19 Desember 2016, Aksi Serentak Nasional (ASN) merupakan Aksi memperingati dan mengajak seluruh rakyat Indonesia, untuk melihat kembali sejarah dan protes terhadap TRIKORA, protes terhadap dua tahun kepemimpinan Jokowi-JK bekerja dalam bidang HAM ia tidak menunjukan kemajuan sedikitpun, serta sebuah bentuk Sikap Solidaritas untuk Rakyat West Papua, agar dapat memberikan demokrasi seluas-luasnya untuk rakyat West Papua dalam melakukan pembelaan atas hak penentuan masa depan Rakyat West Papua.
Karena bagi kami, berlandaskan sejarah yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa :
1. Hak Menentukan Nasib Sendiri bagi Rakyat West Papua sebagai Solusi Demokratis
2. PBB harus bertanggung jawab serta terlibat aktif secara adil dan demokratis dalam proses penentuan nasib sendiri, pelurusan sejarah, dan pelanggaran HAM yang terjadi terhadap Rakyat West Papua.
3. Tarik Militer (TNI-Polri) Organik dan Non-Organik dari seluruh Tanah West Papua sebagai Syarat Damai.

About tikomemedia.com

0 Comments:

Diberdayakan oleh Blogger.