Sejumlah massa yang terdiri dari FRONT NAS dan HIPAKAD menggelar aksi menolak separatisme di depan Gedung Grahadi Surabaya, Kamis 6 Desember 2018. Foto: Nani Mashita - Tikomemedia.com
ORMAS, Pemuda Pancasila, HIPAKAD dan FKKPI Surabaya membakar bendera organisasi (AMP-Surabaya), tindakan tersebut telah melanggar UDD No. 17 tahun 2013 dan UDD no. 2 tahun 2017 tentang tindakan permusuhan terhadap suku, ras atau golongan tertentu
FRONT NAS Minta AMP Angkat Kaki Dari Surabaya
Jatimnet.com, Tikomemedia.com - Surabaya, 06/12/2018-09:45 WIT, Front Nasional Anti Separatisme (FRONT NAS) menggelar aksi di depan Gedung Negara Grahadi dengan tuntutan mengusir massa yang ingin mengoyak persatuan Indonesia.
Massa terdiri dari sejumlah elemen seperti Himpunan Putra-Putri Keluarga Angkatan Darat (HIPAKAD) Jatim, Front Pembela Islam, dan FKKPI. Aksi ini juga diwarnai dengan pembakaran bendera AMP.
“Tuntutan kita jelas, salah satunya meminta kepada warga Papua yang bergabung dalam Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) untuk keluar dari Surabaya,” ujar Wakil Ketua Himpunan Putra-Putri Keluarga Angkatan Darat (HIPAKAD) Jatim, Agus Hartono saat dijumpai di lapangan.
AMP sebelumnya menggelar aksi di depan Monumen Kapal Selam (Monkasel) yang berakhir kisruh. Agus menekankan separatisme memang harus dilawan bersama. “Separatisme harus dibersihkan hingga ke akar-akarnya,” ujarnya.
Dia mengatakan aksi ini sengaja dilaksanakan di depan Grahadi agar uneg-uneg massa bisa didengar oleh aparat penegak hukum, Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini dan Gubernur Jatim Soekarwo.
“Musuh kami adalah separatisme, dan kemarin sudah ada yang mengibarkan bandera kelompok tertentu. Itu sudah makar,” tegasnya.
Ditanya soal aksi bakar bendera AMP saat aksi, Agus menyatakan hal itu dilakukan oleh ormas lain. “Kami sebagai keluarga militer sudah diarahkan untuk tidak bertindak anarkis. Jadi kami tidak ikut (bakar bendera),” ujarnya.
Sementara itu, Sekretaris HIPAKAD RM Gunawan menyatakan bahwa aksi AMP pekan sebelumnya telah disusupi oleh pihak yang ingin merusak Indonesia. Dia menyatakan meski menggunakan nama mahasiswa, ia yakin tak ada mahasiswa Papua ikut aksi tersebut. “Kalau mahasiswa Papua mau berkuliah tentu kita akan terima, asal bukan separatis,” pungkasnya.
"Kami akan sampaikan gugatan ke MK pada Senin untuk membatalkan pasal-pasal yang terkait dengan kuasa mutlak untuk memberikan sanksi kepada ormas, tidak hanya secara administratif tetapi juga mencabut status badan hukum dan pembubaran," ujar Yusril saat memberikan keterangan pers di kantor HTI, Tebet , Jakarta Selatan, Rabu (12/7/2017).
Yusril mengatakan, di dalam Perppu Ormas terdapat beberapa pasal yang bersifat karet, tumpang tindih dengan peraturan hukum dan lain-lain.
Di sisi lain penafsiran sebuah paham tanpa melalui pengadilan akan memunculkan tafsir tunggal dari pemerintah. "Pasal ini berlaku secara umum untuk paham seperti apa yang bertentangan dengan Pancasila. Dalam bagian penjelasan tidak membentuk norma apapun," kata dia. "Dan penafsiran sebuah ajaran,, tidak bisa pengadilan, maka tafsir hanya berasal dari pemerintah. Tafsir anti-Pancasila bisa berbeda dengan rezim yang lain. Pemerintah bisa semaunya menayangkan," ucapnya.
Kamis, 6 Desember 2018 - 13:53 WIB
Reporter - Nani Mashita
Editor - Rochman Arif
Dia mencontohkan Pasal 59 ayat (4) sebagai salah satu pasal yang bersifat karet. Pada bagian penjelasan Pasal 59 Ayat (4) Huruf c mention, " ajaran atau paham yang bertentangan dengan Pancasila antara lain ajaran makanisme, komunisme / marxisme-leninisme, atau paham lain yang merujuk pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Tahun 1945. " Namun, lanjut Yusril, Perppu itu tidak menjelaskan secara rinci tentang penafsiran paham yang bertentangan dengan Pancasila. Penulis : Kristian Erdianto
Yusril mengatakan, di dalam Perppu Ormas terdapat beberapa pasal yang bersifat karet, tumpang tindih dengan peraturan hukum dan lain-lain.
Di sisi lain penafsiran sebuah paham tanpa melalui pengadilan akan memunculkan tafsir tunggal dari pemerintah. "Pasal ini berlaku secara umum untuk paham seperti apa yang bertentangan dengan Pancasila. Dalam bagian penjelasan tidak membentuk norma apapun," kata dia. "Dan penafsiran sebuah ajaran,, tidak bisa pengadilan, maka tafsir hanya berasal dari pemerintah. Tafsir anti-Pancasila bisa berbeda dengan rezim yang lain. Pemerintah bisa semaunya menayangkan," ucapnya.
Kamis, 6 Desember 2018 - 13:53 WIB
Reporter - Nani Mashita
Editor - Rochman Arif
JAKARTA, KOMPAS.com - Tikomemedia.com, Kuasa Hukum Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Yusril Ihza Mahendra mengatakan, pihaknya akan mengajukan judicial review atau gugatan uji materil atas Perppu No 2 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Oganisasi Kemasyarakatan ( Perppu Ormas ). Gugatan tersebut rencananya akan diajukan ke Mahkamah Konstitusi (MK) pada Senin (17/7/2017) mendatang, bersama beberapa ormas sebagai pihak penggugat.
Menurut Yusril, gugatan tersebut disebut untuk membatalkan pasal-pasal yang mengatur kewenangan dalam mencabut status badan hukum dan membubarkan ormas.
0 Comments:
Posting Komentar