Aliansi Mahasiswa Papua ( Foto FB-AMP doc Tikomemedia) |
Semarang,Tikomemedia.com--,Nduga, pada 01 Desember 2018, Tentara
Pembebasan Nasional Papua Barat (TPN PB) Kodap III Nduga dibawa pimpinan Komandan Operasi, Penme Kogoya dan Egianus Karunggu telah
menyerang dan menembak 24 anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI).
Kronologis
ini berawal dari saat diselenggarakannya upacara Hari Kemerdekaan West Papua
oleh TPN PB Makodap III Ndugama, ada beberapa warga yang merekam
diselenggarakannya upacara tersebut.
Untuk
antisipasi jangan sampai terjadi penyerangan atau pemantauan oleh tentara dan
polisi, warga dan pekerja yang merekam tersebut diperiksa oleh TPN PB seusai
upacara.
Dari sekitar
40 orang yang diperiksa, ditemukan identitas KTP dan kartu pengenal lainnya, 24
orang tersebut murni adalah TNI. Mereka menyamar menjadi pekerja/buruh
pembangunan jalan Trans Papua di Nduga.
Sesudah
diperiksa, 24 orang TNI diserang oleh TPN PB. Sekitar lebih dari 30 orang warga
sipil yang juga murni pekerja/buruh jalan diantarkan ke Wamena, juga di Kenyam.
Mereka di antar oleh TPN PB dalam kondisi yang aman dan damai. TPN PB tahu
hukum perang. Mereka lakukan operasi sesuai dengan aturan yang ada. Juga
mengerti hukum humaniter, tidak sembarang lakukan penyerangan.
Justru TNI
yang sudah banyak bunuh rakyat Papua. TPN PB murni berjuang untuk Papua
Merdeka.
TPNPB juga
melakukan operasi sesuai dengan Surat Perintah Operasi (PO) Panglima Tertinggi
TPN PB. Bahwa, agenda utama mereka adalah melawan PT Freeport.
TPN PB
hancurkan Jalan Trans Papua, karena sesuai dengan pembacaan mereka bahwa, arus
jalan Trans Papua akan menjadi jalan-jalan utama untuk mencuri kekayaan alam
Papua.
Jalan Trans
Papua di Nduga itu direncanakan oleh Indonesia untuk akan dibangun dan tembus
ke Pelabuhan Nduga, di Sungai Digul. Dan ini bagian dari proses kolonisasi
untuk menciptakan konflik-konflik horizontal antar rakyat Papua.
TPN PB dari
awal pembangunan jalan sudah mencurigai, bahwa yang menjaga dan bekerja di
jalan-jalan trans Papua ternyata bukan hanya pekerja, tapi juga mayoritas
adalah TNI.
Seperti
disiarkan melalui situs resmi tniad.mil.id pada 12 Mei 2017, Presiden Joko
Widodo mengatakan pembangunan jalan Trans Papua sepanjang 4.300 Km merupakan
kerja sama antara TNI dan kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
(PUPR). Pada 2016, Kementerian PUPR menjadikan Zeni TNI sebagai AD sebagai
mitra kerja membuka Trans Papua, proyek pembangunan jalan di ruas
Wamena-Mumugu, terutama di Distrik Mbua, Kabupaten Nduga. Langkah ini
melanjutkan kebijakan Presiden Susilo Bambang Yudoyono yang menerbitkan Kepres
No. 40 tahun 2013 yang menjadi dasar keterlibatana TNI dalam pembangunan jalan
Trans Papua yang sebelumnya bernama jalan Percepatan Pembanguunan Papua dan
Papua Barat (P4B).
Kemudian,
ada juga Harian Kompas mengungah video dokumenter di YouTube bedurasi 3
menit:59 detik tentang aktivitas kerja pembangunan jalan yang sedang dikerjakan
oleh tim Denzipur XII Nabire dan Denzipur XIII Sorong. Terlihat ditontonan ada
satuan pengamanan yang sedang berjaga-jaga dengan menggunakan laras panjang di
sekitar lokasi kerja.
Jadi, 24
orang pekerja jalan Trans Papua di Nduga yang diserang TPNPB adalah murni TNI.
Tanggal 01
Desember setelah terjadi penembakan, media nasional menggiring informasi
Ndugama bahwa TPN PB menembak mati puluhan warga sipil menjadi topik berita
hangat media-media milik kaum borjuis. Berita yang bersumber dari pihak militer
itu kemudian di angkat bicara lagi oleh pejabat tinggi Negara Kolonial Republik
Indonesia: Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu, menegaskan tidak akan
mengambil posisi negosiasi dalam Insiden ini. Sementara Menteri Politik Hukum
dan Ham Wiranto perintahkan untuk “kerjar habis-habisan”.
Pembangunan
jalan Trans Papua menjadi salah satu perhatian Jakarta di wilayah West Papua.
Dalam hukum akploitasi komoditi dan akumulas kapital, akses jalan menjadi salah
satu syaratnya. Lantas mengapa dilupakan persoalan HAM Papua dan rangkaian
Operasi Militeristik sejak 1962 hingga 2014 yang telah menghilangkan 500 ribu
juta jiwa--dan hingga tahun 2018 ini?
Akibatnya
Militer Indonesia mulai mengerahkan pasukan dalam jumlah yang banyak dan
melakukan penyerangan melalui Darat dan udarah dengan menggunakan Helycopter
dengan sandi Operasi Maleo. Serangan bertubi-tubi membanjiran peluruh tima
panas juga serangan Bom serangan udarah. Kurang lebih telah menewaskan 40 lebih
orang sipil di Ndugama. Sampai saat ini (06/12) pengiriman pasukan Militer
Indonesia serta serangan ke lokasi TPNPB terus dilakukan (Operasi Maleo massif
dilakukan).
Pengerahan
pasukan dalam jumlah yang banyak dan melakukan penyerangan melalui jalur udara
dan darat,
Maka Aliansi
Mahasiswa Papua (AMP) menuntut kepada Indonesia, Petinggi-Petinggi Militer
serta Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk:
1. Membuka
akses jurnalis nasional dan internasional yang independent di West Papua.
2. Berikan
Hak Penentuan Nasib Sendiri Sebagai Solusi yang Paling Demokratis bagi Rakyat
West Papua.
3. Lindungi
Hak Sosial Ekonomi Politik masyarakat sipil di Nduga.
4. Tarik
Militer (TNI/Polri) organic dan non organic dari Nduga, umumnya seluruh tanah
Papua.
5. Komnas
HAM RI segerah turun mengidentifikasi dan menyelesaikan Insiden Ndugama.
6. Membuka
Ruang demokrasi seluas-luasnya di seluruh tanah Papua.
7. PBB
segerah turun untuk menyelesaikan sengketa Politik West Papua dan Indonesia.
8. Media
Nasional harus berimbang dalam mempublikasi konflik Nduga.
9. Hentikan
pengiriman Dan operasi militer jalur darat dan udara di Ndugama.
10. AMP
mendukung penuh perang Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPN PB) melawan
militer Indonesia sebagai perang antara institusi tentara yang diatur dalam
hukum humaniter.
Demikian
Pernyataan ini kami buat, atas perhatiannya kami ucapkan banyak terima kasih.
Tanah
Kolonial, 06 Desember 2018
Komite Pusat Aliansi Mahasiswa Papua
0 Comments:
Posting Komentar