George Saa

Tulisan Terbuka George Saa - "Kepada Warga Nusantara dan Orang Papua"


“Penulis essay pendidikan, sosial, ekonomi-politik dan kesehatan”
Yth Warga Nusantara dan orang Papua,
Di- Mana saja


“Saya sangat menyayangi anda khususnya yang baru hari ini bersentuhan dengan isu Papua setelah mengikuti viralnya berita penyerangan oleh TPN-OPM di wilayah Mbua, Nduga”.
Dengan tidak mengurangi rasa hormat saya, saya angkat tulisan ini setelah melihat berbagai macam komentar ‘miring’ terhadap kami orang Papua yang saya dapati di setiap postingan warga FB yang mengikuti polemik konflik di negeri kami ini [Tanah Papua, satu saja, Papua/Papua Barat itu satu].
Saya lihat, kalian berargumen seakan kalian paling tahu Papua dan lebih tahu mana yang baik untuk Papua. Kalian hari ini rame mengejek orang Papua di FB dan media sosial lainnya.
Kalian dengan dangkalnya pengetahuannya dengan ‘mudah’ menghujat orang Papua.
Saya malah heran seakan kalian lebih paham dengan kondisi Papua.

Saya ingin ingatkan, kalian karena tidak tahu pikiran dan kondisi hari ini orang Papua dan seenaknya memaki kami, mending kalian STOP.
Kamu bilang kami ini saudara kamu namun saat yang bersamaan, kamu hujat kami habis-habisan dan memaki kami dengan kata-kata kotor dan kasar.
Anda perlu tahu, Papua hari ini menjadi saat ini adalah karena pemaksaan ‘negara’ kepada orang Papua untuk makan nasi/beras hingga makan super mie dimana ini membuat kami mengalami ketergantungan kronis.
Kamu harus tahu negara ini kasih kami Otonomi Khusus pun tujuannya untuk membuat kami makin hari makin mengalami ketergantungan. Tidak menafikan, saya juga harus mengingatkan kami orang Papua. Sudah saatnya orang Papua sadar, kalau OTSUS di kasih ini ibaratnya uang 1000 rupiah mereka (Jakarta/Negara) kasih itu uang kembali yang Papua harus kasih itu lebih dari 1000 rupiah!
Lanjut, saya ingin kasih tahu dan ingatkan kita [orang papua] bahwa kondisi begitu kita orang papua juga kenapa tidak bersikeras menolak yg begini-begini? Ini memang rumit dan dari pengalaman historis untuk siapa saja yang pernah hidup di Papua, apalagi orang Papua, dari jaman orde baru hingga sekarang ini, kita tahu segala sesuatu itu diberikan dan bahkan di jaman orde baru dulu, mana ada orang Papua bisa protes dan angkat suara apalagi menolak program-program yang di turunkan dari Jakarta. Kita tahu, bila protes/angkat suara, biasanya nyawa terancam dan bisa saja mati tidak jelas.
Ini sebabnya, kita semua perlu merenungkan dan hari ini harus sadara kalau dari jaman Soekarno lepas hingga Soeharto lanjut megawati, SBY, ‘jeda’ di pemerintahan di Habibie dan Gus Dur, orang Papua ini maju kena mundur kena. Orang Papua serba salah. Kita ini macam kepala diberikan tapi ekor di tahan, kalau pinjam perumpamaan yang kita semua anak negeri ini sudah sering bahkan diskusi berhari-hari.
Bagi warga nusantara, anda harus paham bahwa banyak hal esensial yg bikin orang Papua tolak pembangunan!
Saya punya banyak alasan, yang mayoritas orang Papua pasti setuju namun saya mau bilang tidak usah jauh-jauh kasih contohnya. Papua ini hidup dan tatanannya itu berdasarkan budaya dan adat. Ya, budaya dan adat yang adalah instrumen awal yang membuat orang Papua mendiami bumi kami ini ‘ribuan tahun’ bahkan sebelum Belanda hingga Indonesia ada disini.
Budaya dan adat orang Papua itu jelas! Rumah itu harus dibangun sendiri, bukan dibangun orang lain. Kalaupun rumah di bangun sendiri dan memerlukan bantuan, itu sudah pasti datang dari dalam sendiri dan bukan dari luar.
Pembangunan di negeri ini, jalan hingga jembatan, yang di bangun oleh Bina Marga dari dana peruntuhan APBN itu “langsung-langsung” dan mana ada orang Papua terlibat. Ini makanya kita lihat jalan trans-Papua ini yang adalah proyek APBN itu murni langsung di bangun dari Jakarta. Ini makanya jalan-jalan nasional di negeri ini diambil alih langsung.
Ingin saya singgung juga, kepala balai bina marga di tanah Papua ini, saya pernah saksikan bagaimana keangkuhannya saat dia sedang di ingatkan dan di nasehati oleh tokoh pemuda Samuel Tabuni saat rapat pertemuan di Hotel Swiss-Bell, Jayapura 2 bulan lalu. Orang nomor satu ini saja sudah jelas sekali angkuhnya dimana ketika diingatkan bahkan balik menyerang dan ‘sok tahu’ dengan penuh arogan. Saya tidak perlu sebut namanya namun yang jelas, namun perlakuan seperti ini sudah menunjukan wajah arogansi orang-orang yang datang bangun jalan-jembatan di tanah ini seakan mereka adalah yang paling berkuasa dan maha tahu, dan mirisnya sama sekali tidak mau merendahkan diri.
Tanah ini ada pemiliknya! Kita semua sudah tahu dan sangat jelas kalau pembangunan Papua ini orang Papua hanya “tahu jadinya” saja dan tidak menjadi pelaku utama. Ini saja sudah langgar budaya dan adat tanah ini. Kami yang punya rumah dan tanah ini dan kami yang harus bangun tanah dan rumah kami ini sendiri, mau secepat atau selambatnya, itu adalah hak mutlak kami.
Kemudian, saya mau ingatkan warga nusantara yang saya cintai – Papua ini belum final di dalam negara ini karena proses inetgrasi itu lewat paksaan yang saat ini jelas lewat intimidasi dan kekerasan. Bukti barang ini sudah banyak, sudah banyak testimoni pelaku sejarah. Kalaupun pemimpin negeri ini mengatakan sebaliknya, kalau semuanya sudah sah, coba tanyakan kepada mereka, kenapa hari ini masih saja ada konflik, masih saja ada perayaan 1 Desember tiap tahunnya, kenapa masih saja ada demo-demo besar-besar di seluruh dunia ini.
Perlu diherankan oleh kita semua sebenar karena yang turun demo ini adalah generasi Papua yang tidak mengelami tindakan represi oleh negara di tahun 60-70an. Kita perlu tanya, siapa dan apa yang meng-edukasi mereka hingga mereka tetap sadar akan identitas ke-Papuan mereka – rasa dan gerakan melawan tindak kekerasan dan perjuangan referendum terus mereka suarakan.
Sayangnya, generasi ‘satu tingkat’ di atas kami ini lebih memilih untuk menjadi penjilat dan penikmat ‘kue’ OTSUS dan uang-uang negara ‘talepas’ yang mereka kelola dengan asumsi itu ‘uang pribadi’ ini yang lebih memilih untuk tutup mata dan malas tahu. Semua pragmatis dan tutup mata dan telinga di siang bolong dan malam, kaca mobil naik, AC mobil full, dan saya mungkin yakin mereka dalam mobil ini ‘tutup’ mata selama di perjalanan. Mereka ini juga kalau mau di bilang adalah bagian yang besar yang berkontribusi terhadap makin panjangnya derita orang papua di tanahnya ini. Mereka-mereka ini tetap setia memilih untuk menjadi ‘perpanjangan tangan’ penjajah di Jakarta yang sebenarnya harus berdiri tegak mendorong perubahan yang ril namun mereka malah masuk dalam daftar nama-nama orang-orang yang turut membuat orang Papua makin berduka dan meradang.
Lanjut, saya juga ingin sampaikan ke warga nusatara bahwa saya sangat menyesali konflik kekerasan yang terjadi di tanah ini. Konflik yang terjadi oleh karena tidak adanya kata sepakat dari pimpinan negeri ini untuk mengakhiri konflik di negeri emas (tanah Papua) ini.
Pemimpin negeri ini mau bangun kesejahteraan namun itikad baik ini menjadikan orang papua dan tanah papua ini menjadi obyek. Saya sangat heran, kenapa kita mau kejar target bangun ini dan itu ditanah ini sedangkan hari ini orang papua masih menolak hal ini, dimana, kita saksikan ujungnya adalah konflik yang terjadi di Nduga minggu ini?
Persoalan politik dan sejarah di tanah ini harus di selesaikan dengan langkah/tindakan poltik hingga pelurusan sejarah – dimana hal ini yang sangat-sangat penting sebelum kita bicara bangun jalan dan jembatan.
Saya ingin sampaikan ke warga nusatara, akses jalan di bangun itu, sah sah saja karena namanya infrastruktur itu penting. Namun orang Papua tahu pembangunan ini akan di imbangi dengan masuknya pos-pos TNI/Polisi dimana mana.
Kita orang Papua ini yang sudah ‘sekolah’ dan tahu bahwa yang namanya berurusan dengan aparat negara itu ujungnya orang Papua alami kekerasan dan mati sia-sia. Itu sejarahnya jelas.
Mungkin anda warga nusatara belum tahu dimana itu Kabupaten Keerom, namun bagi kami orang Papua, dan bagi orang Papua lain yang mungkin belum pernah ke Keerom hingga batas waris, dan wilayah lain di tanah tabi ini.
Kehadiran aparat negara ini malah terkadang hadir melegalkan bisnis ilegal dengan mem-backup kegiatan ini dan hal ini membuat orang Papua harus berhadapan dengan senjata ketika haknya di rampas. Masih banyak kejadian nyata di tanah ini yang terjadi dimana secara langsung dan tidak langsung telah membungkam orang Papua.
Bagi saya yang pernah di Amerika, dan melihat tentara Amerika itu saya kadang berpikir dan heran. Mereka ini sangat di sanjung dan di banggakan oleh mereka (Orang Amerika) dan mereka ini jelas karena mereka pergi berperang ke timur tengan. Kalau di bandingkan, Indonesia punya tentara ini, kita perlu tanya apakah mereka ini perang dengan rakyatnya sendiri ini? Hal begini sudah yang menjadi persoalan. Tentara di negara maju seperti Inggris dan Amerika itu di sanjung dan di hormati, kita di negara ini mereka kita takuti.
Warga nusatara, saya mau usul saja untuk pemerintah kita ini terutama di Jakarta agar pemerintahan yang sentralistik di Jakarta ini sebaiknya mereka cukup puas dengan pajak dan biarkan setiap daerah ini bikin UU dan aturannya sendiri yang dapat menghidupkan dan memastikan keberlangsungan hidup masing-masing sebagai pemilik tanah leluhur mereka.
Lanjut, perlu di tegaskan, biarlah gap kemajuan di negara ini antara pusat dan daerah sebaiknya di minimalis. Ya, Jakarta kasih hak full daerah masing masing urus diri sudah. Biarkan setiap daerah bangun daerahnya berdasarkan budaya dan keinginan masing masing terutama kami di Papua ini. Sudah banyak orang Papua mati terbunuh hanya karena slogan NKRI harga mati. Sudah banyak orang Papua, generasi muda/i Papua yang berdarah, dipukul dan di hina karena slogan NKRI harga mati ini.
Sudah banyak rasisme dan bully yang orang Papua alami hanya karena slogan NKRI harga mati.
Warga Nusatara perlu sadar, media-media berita di negara ini sepertinya sedang mendorong ‘kebencian’ yang di bungkus dalam kata nasionalisme, yang ditujukan untuk makin memojokan orang Papua, dan malah makin melanggengkan kuasa pemerintah atas tanah Papua. Sejarah Papua sudah tidak di tampilkan oleh media-media ini dimana saya yakin, bila yang di angkat mereka [media-media nasional] ini adalah cacatnya proses integrasi Papua ke NKRI, saya yakin, anda-anda warga nusatara akan makin berempathy dengan kami orang Papua dan mengerti betul mengapa sampai hari ini orang Papua masih ingin melepaskan diri dari Indonesia.
Saya mau bilang kalau Papua ini sudah makin sesak dan masalah yang makin marak terjadi ini harus di lihat lagi secara holistik sudah. Cara lama dan basi yang di jalankan oleh intrument negara lewat pola-pola politik lama itu sudah tidak bisa lagi dan malah akan mempercepat proses dukungan lepasnya Papua dari NKRI ini.
Kebebasan itu hal mutlak suatu bangsa, ras minoritas dan suku-suku yang mendiami negerinya, apalagi yang telah di paksa integrasi. Ya, yang saya maksudkan itu kami Papua, tanah Papua, manusia Papua dan semua leluhur orang Papua yang sudah mati atas nama pakasaan bergabung ini.
Saya agak heran, masa Aceh itu kalau kibarkan mereka punya bendera kalian [negara] ini tidak kebakaran jenggot namun Papua punya bintak kejora ini kalau di naikan atau di bawa dalam demonstrasi/penyampaian pendapat di publik itu macam semua ada-ada [negara dan instrumentnya] sesak napas. Ini ada apa?
Saya mau kasih ingat juga satu hal yang paling miris: Konsesi hutan dan gas alam dan minyak dan tambang mineral milik tanah Papua ini selama ini di jual dan diperdagangkan di kantor-kantor di Jakarta seakan Jakarta yang punya SDA.

Saya tegaskan ini milik dan aset orang Papua. Cukup Jakarta dapat pajak sudah. Kalian disana sudah terlalu maju jadi stop berdalil NKRI harga mati untuk kuras SDA tanah Papua ini.
Pembangunan yang dirasakan oleh orang Papua itu akan selalu dibandingkan dengan pembangunan tanah Papua yang dilakukan oleh Belanda. Tahun emas Papua bagi manusia Papua itu terjadi hanya di pemerintahan belanda dan orang tua kami selalu menyampaikan ini lewat testimoni mereka. Mengapa? Karena belanda bangun manusia Papua untuk kelak manusia Papua yang pimpin negerinya. Ini yang terjadi malah kebalikan di jaman Indonesia ini.
Manusia disekolahkan dengan di isi teori teori jaman dulu. Pendidikan praktis jelas minim dan tidak ada. Lulusan sekolah tinggi mau berkarya pun susah. Pemerintah dibiarkan KKN. WTP pemerintahan itu dapat dibayar. Kongkalikong jalan. Kebebasan politik misalnya pembentukan partai lokal saja kamu[negara] larang sampe keringat dingin walau kerja di dalam ruang AC. Ini kan sangat mengherankan.
Untuk warga nusatara dan pemimpin negeri ini [Indonesia], saya pertegas lagi:
Papua ini bukan tanah kosong. Papua ini ada manusianya. Stop kekerasan atas nama pembangunan sudah. Terimakasih! 

George Saa 

Jayapura, 06 Desember 2018

*Penulis adalah Penemu Rumus Fisika asal tanah Papua. Tulisan ini, perlu di baca oleh generasi Papua.*

About Anonim

0 Comments:

Diberdayakan oleh Blogger.