Sa Komen

*Menyikapi Program Beassiwa Luar Negeri, Ini 6 Pertimbangan yang Gubernur Papua Lukas Enembe Perlu Perhatikan: Saran George Saa*



Fisikawan Papua Photo Documentpribadi George saa, www.septinusgeorgesaa.com

Sentani-Sebagai orang Papua, patut saya sampaikan terima kasih kepada Gubernur Provinsi Papua Bapak Lukas Enembe karena tetap mau melanjutkan program 1000 doktor orang papua yang di rintis oleh pendahulunya Pak Bas Suebu. Program ini sudah bagus namun perlu banyak pertimbangan lebih lanjut. 
Pertimbangan pertama bagi saya, kalau boleh kasih masukan, ketika Bapak Lukas mengirim 1 anak Papua ke luar negeri, untuk pendidikan S1, pemerintahan Bapak akan mengeluarkan uang yang jumlahnya fantastis hanya untuk 1 orang saja dimana uang itu setara untuk menyekolahkan 15-20 anak Papua di kampus lokal (Uncen, USTJ, UNIYAP, etc) ataupun kampus lain di Jayapura. 
Secara moral, Bapak juga bertanggung jawab untuk proses pendidikan anak-anak Papua di tanahnya sendiri ini, tanah Papua. Makin hari mereka (anak-anak Papua) yang sekolah dan ada ‘tahan’ negeri ini merasa dianaktirikan padahal realita saat ini, justru pemimpin-pemimpin di tanah Papua ini merupakan produk kampus-kampus lokal di tanah Papua. Merekalah yang sedang memimpin Papua bersamaan dengan beberapa saja individu-individu pemimpin Papua merupakan lulusan dari kampus di luar Papua (di dalam Indonesia). Mereka juga perlu sentuhan beasiswa otsus dan ini harus Bapak perhatikan.
Pertimbangan kedua, sadar tidak sadar, suka tidak suka, putra/i Papua beasiswa pemerintah Papua, yang bapak ada kirim keseluruh dunia yang saat ini bapak ada rutin kunjungi mereka, perlu Bapak Lukas ketahui bahwa sekembalinya anak-anak yang Bapak kirim ke luar negeri balik Indonesia dan Papua, mereka belum bisa di harapkan untuk dapat berbuat sesuatu/berbuat banyak. Ini fakta dan realita. Saya ingat betul seketika saya masih bekerja di perusahaan multinasional di Papua Barat, fakta membuktikan bahwa banyak anak-anak yang bapak kirim (kloter pertama) ke LN dengan beasiswa pemerintahan Bapak ini, mereka karena tidak tahu mau bekerja kemana, mereka akhirnya harus saya(kami) bantu/support agar bisa masuk ke perusahaan. Bagi saya, ini sangat disayangkan. Mereka-mereka ini harusnya bekerja untuk kepentingan orang Papua secara langsung. Mereka ini telah di biayai oleh dana pemerintah yang sebenarnya adalah milik semua anak-anak Papua walau mereka memang secara tidak langsung menerima saja kalau haknya(mereka) di pakai untuk membeasiswakan anak-anak ‘tertentu’ Papua ke luar negeri dimana setelah balik, hanya mampu bahkan menyombongkan diri ketika telah ‘bekerja’ di perusahan-perushaan multinasional di tanah Papua ini padahal dengan bantuan kami-kami kaki ba-abu ini. Mereka tidak sadar diri sama sekali kalau mereka ini tertolong bukan karena kamampuan pribadi namun karena kesempatan saja. Sudah begitu, masih banyak yang bingung dan bahkan masih mereka-reka apa saja yang hendak mereka lakukan dan berkontribusi balik bagi tanah dan manusia Papua. Ini harus menjadi catatan buat Bapak Lukas agar anak-anak ini setelah beres nanti tidak galau dan pergi cari shortcut untuk menjawab kebutuhan mereka.
Pertimbangan ke tiga saya, mengirim putra/i Papua untuk mengeyam pendidikan S1 di luar negeri itu adalah ‘wasting time/money’ apalagi yang di kirim untuk ikut pendidikan SMA. 
Pertimbangan ke empat, mengirim putra/i Papua ke LN sebaiknya untuk pendidikan S2 dan S3 dengan latas belakang sudah pernah bekerja, berkarir dan paham akan kompleksitas persoalan ‘kekinian’ di Papua ini sehingga kuliah, penelitian hingga ilmu yang diharapkan didapati adalah bagian integral upaya memajukan Papua: menyelesaikan masalah yang ada serta mendatangkan solusi/produk yang menunjang majunya Papua. Ini sangatlah lebih baik karena akan besar kemungkinan kontribusi real bagi mereka yang terpilih dan masuk dalam skema beasiswa ini banding Bapak kirim mereka ke LN yang tidak paham apalagi terlibat sebagai solusi bagi persoalan di tanah Papua.
Pertimbangan kelima, orang-orang yang bapak tunjuk untuk mengurus beasiswa ini kalau boleh mereka yang fasih akan bahasa asing(Inggris) dan juga paham sistem pendidikan di LN. Mereka yang mengerti akan tantangan dan harapan apa saja yang akan di hadapi oleh anak didik yang di kirim dari tanah Papua. Disini, dengan mudah segala persoalan dan kendala yang di hadapi anak-anak beasiswa ini dapat di minimalis karena yang mengkoordinasikan(koordinator) anak-anak ini sangat paham akan kondisi di luar sana. Kalau Bapak Lukas Enembe kasih dan percayakan hal ini kepada mereka yang bahasa inggrisnya masih ‘abu-abu’ kemampuannya, apalagi harus membutuhkan translator ketika bicara, ini memalukan. Kelak kalau yang seperti ini muncul di berita dan terlihat mereka datang mengunjungi anak-anak ini di luar negeri, katakan saja Amerika Serikat, sudah pasti yang terjadi yah, hanya duduk-duduk tanya (pake bahasa Indonesia) kepada anak-anak penerima beasiswa ini akan bagaimana kondisi mereka tanpa mampu untuk berbicara langsung dengan councelor mereka ataupun dosen pembimbing bahkan provost kampus tersebut. 
Pertimbangan ke enam, tolong Bapak Lukas Enembe nasehat anak-anak yang bapak kirim ini agar belajar dengan tekun, kurangi umbar kegiataan jalan-jalan, kurangi kegiatan yang tidak penting apalagi yang tidak berguna sama sekali. Mereka disana harus full belajar dan ikut kegiatan ekstarkurikular yang dapat menolong perkembangan mereka. Bapak tolong bagi kepada mereka masalah apa saja yang saat ini orang Papua sedang alami mulai dari kondisi marginalisasi dalam semua aspek ekonomi, sosial dan politik sehingga mereka bisa sambil memikirkan dan merancang solusi/konsep mereka dengan mengunakan referensi yang sangat banyak di sana, untuk mendorong suatu wacana/solusi. Bapak Lukas tolong pesan mereka untuk bantu pikir masa depan Papua saat mereka di luar negeri sana. Kalau tidak, apa yang menjadi impian orang Papua dengan mendengar kalau ada anak-anaknya generasi penerus Papua yang mengenyam pendidikan di luar negeri, hanya akan tinggal menjadi impian dan angan-angan.
Sentani, 6/3/2019. Fra Man

About tikomemedia.com

0 Comments:

Diberdayakan oleh Blogger.