Sumber Foto: (Benny Mawel) - Reporter Tabloidjubi.co.id
"Masyarakat Sipil Kabupaten Nduga, Provinsi Papua pada saat pengungsian karena takut dengan tindakan kekerasan yang dilakukan oleh Aparat Militer TNI/POLRI Kolonialisme Indonesia"
PUISI TENTANG KEDAMAIAN NATAL"
APAKAH ADA KEDAMAIAN NATAL BAGI RAKYAT SIPIL PAPUA DI SELURUH NEGERI WEST PAPUA ?
JAYAPURA, NEGERI WEST PAPUA, TIKOMEMEDIA.com - Perayaan Natal (Kelahiran Imanuel). Imanuel yang artinya
Allah beserta, Perayaan iman umat Kristen Protestan di seluruh dunia itu sedang kita rayakan saat ini di tahun 2019/2020.
Perayaan iman itu telah berubah makna. Natal Imanuel telah berubah derastis menjadi Natal Kolonialisme Indonesia.
Allah beserta artinya kasih menyertai umat manusia. Manusia harus membagi kasih
dengan setulus hati kepada siapa saja telah menjadi kasih bersyarat dalam paket-paket
Natal. Ujar - Reporter Tabloidjubi.co.id (Benny Mawel) lewat telepon selulernya pada hari Sabtu, 28 Desember 2019 - 10:30 - Waktu Papua Barat.
Menurutnya, Kasih dari pada Kolonialisme Indonesia tersalur melalui bujuk rayunya untuk menguasai perkembangan ekonomi di seluruh wilayah Papua.
Kolonialisme telah menyediakan kebutuhan Rakyat Papua untuk merayakan Natal Imanuel. Kolonialisme-pun menyediakan paket-paket dan diskon natal. Seluruh Rakyat Papua tergoda membangun pondok natal,
menyalakan kelap kelip lampu natal, mendengarkan lagu-lagu rohani bernuansa Natal, mencat rumah, merencanakan membeli menu makanan dan minuman, alas kaki dan busana
baru yang telah diproduksi oleh Penguasa Kolonialisme Indonesia.
Dan juga, seluruh Rakyat Papua berburu produk Kolonialisme Indonesia, seluruh Rakyat Papua-pun penuhi toko
perbelanjaan. Budak Kolonialisme sibuk melayani sambil usap keringat. Rakyat Papua keluarkan
ratusan ribu hingga jutaan rupiah. Rakyat Papua juga mengejar diskon, belanjakan makanan,
minuman dan busana baru yang telah diproduksi oleh Kolonialisme Indonesia dengan tujuan agar seluruh Rakyat Papua tidak berkembang dalam persaingan perekonomian di Negeri West Papua.
Kita tidak sadar diskon itu hanya cara Kolonialisme Indonesia membujuk konsumen Rakyat Papua.
Sangat tidak masuk akal, para Kolonialisme mau rugi. Kolonialisme hanya bermain
logika di atas kertas. Dan juga, seluruh konsumen Rakyar Papua terjebak dalam permainan untuk memborong produk Kolonialisme. Makin banyak kita beli, maka makin tebal dompet Kolonialisme yang pelit dan
barbar itu di atas negeri kita sendiri.
Demikian juga, seluruh Rakyat Papua melakukan perbelanjaan atas produksi Kolonialisme Indonesia demi untuk memenuhi kebutuhan natal. Rumah seluruh Rakyat Papua penuh dengan barang Kolonialisme Indonesia. Rakyat Papua sajikan makanan
dan minuman bagi keluarga dan tamu. Rakyat Papua masak banyak, tidak mampu makan dan dibuang di tong sampah. Rakyat Papua lupa jikalau ada keluarga mereka yang tidak makan karena kekurangan uang serta tidak mampu. Terutama anak jalanan, kaum
miskin, para pengungsi dan korban kekerasan yang sedang dilakukan oleh Aparat Militer Kolonialisme Indonesia di seluruh Negeri West Papua. Se-andainya, makanan yang dibuang di tong
sampah itu diberikan bagi keluarga yang dibutuhkan uluran tangan, tentunya akan sangat menolong bagi mereka yang membutuhkan saat ini.
Seluruh Rakyat Papua yang beriman juga tidak ketinggalan membeli petasan
yang dibunyikan setiap malam tanpa sadar kalau aktivitas itu mengganggu tetangga, orang sakit,
bayi dan penyakit akibat asap petasan. Rakyat Papua tidak peduli dengan orang lain dan
bayi-bayi yang mau tidur nyenyak. Kita tidak peduli dengan resiko polusi udara
dan kesehatan. Satu hal yang dilupakan oleh seluruh Rakyat Papua bahwa, barang produksi yang dibuat oleh Kolonialisme Indonesia untuk membasmi kami Rakyat Tertindas yang sedang dijajah oleh Penguasa Kolonialisme Indonesia itu sendiri.
Kelemahan terbesar yang dilakukan oleh seluruh Rakyat Papua saat ini adalah hanya pikir nafsu kepuasan diri sendiri. Ego
kepuasan pribadi menghantui. Seluruh Rakyat Papua lupa kalau (Natal Imanuel) itu membawa
kasih. Kasih yang menciptakan kesehatan dan kenyamanan bagi umatnya. Oleh sebab itu, seluruh Rakyat Papua harus bisa melawan semua kelemahan yang ada pada diri masing-masing. Agar bisa melawan berbagai kekerasan yang sedang dilakukan oleh Penguasa kolonialisme Indonesia.
Kita tidak sadar, atau melakukannya dengan sadar, perayaan
natal yang kita rayakan dengan menyiapkan makanan, minuman dan busana natal itu
bukan karena nilai dan penghayatan iman melainkan pertumbuhan nafsu materialisme
dan konsumerisme. Kita ingin memiliki sebanyak mungkin materi dari yang sudah
ada. Kita lebih mengutamakan atau menghitung jumlah materi perayaan natal. Padahal hal penting yang harus kita lakukan adalah "Menguatkan IMAN kita dalam perayaan natal dan membantu keluarga yang tidak memiliki segalanya, yang membutuhkan bantuan dari kita sendiri.
Kita mendewakan materi daripada iman. Kita lebih sibuk
menghitung jumlah materi dan memikirkan kualitas produksi Kolonialisme Indonesia. Kita lupa memupuk
kualitas iman dengan menyisihkan atau menyerahkan materi yang berlebihan itu
kepada yang betul-betul membutuhkannya uluran tangan dari kita, padahal mereka sedang diperhadapkan dengan berbagai tindakan kekerasan oleh Aparat Militer Kolonialisme Indonesia membutuhkan bantuan dari kita sebagai keluarga ciptaan Tuhan Allah itu sendiri.
Kita merayakan dalam kemewahan namun nilai dan makna dari
perayaan menjadi soal. Apakah kemewahan, materialisme dan konsumerisme dapat
memperkokoh iman dan penghayatan? Atau-kah kemewahan itu hanya-lah upaya
memuaskan diri sendiri, rakus dan menunjukkan diri yang lebih hebat dari yang
lain? tentunya tidak.
Apakah kita pernah sadar konsumerisme itu bagian dari
penyakit tidak sadar hasil konstruksi Kolonialisme Indonesia? Apakah kita memperkaya sang
pemodal atas nama perayaan iman tetapi memperlebar jurang kaya dan miskin dalam penjajahan Kolonialisme Indonesia itu sendiri?
Para Kolonialisme Indonesia membujuk kita Rakyat Papua menyampingkan soal-soal iman.
Kolonialisme berhasil menciptakan kebutuhan, membawa kita hanya berpikir diri
sendiri, memuaskan diri, menciptakan kebahagiaan dengan produk-produk
ciptaannya yang tidak ada bermafaat bagi diri kita sendiri.
Penguasa Kolonialisme Indonesia berhasil menciptakan kebutuhan dan kebahagiaan kita
sehingga melupakan Rakyat jelata, manusia yang tidak punya segala-galanya, terutama Rakyat Sipil Papua yang sedang megalami tindakan kekerasan, pemerkosaan, penangkapan, pemenjaraan dan pembunuhan yang dilakukan oleh Aparat Militer Kolonialisme Indonesia. Tindakan kekerasan yang sedang dilakukan oleh Aparat Militer Kolonialisme adalah untuk perebutan sumber daya alam di seluruh Negeri West Papua. Oleh sebab itu, Kita sebagai Rakyat Papua harus sadar dengan berbagai hal yang sedang dilakukan oleh pemguasa diatas negeri kita sendiri.
Kita berpesta pora sementara mereka menderita, lapar dan
membutuhkan perhatian kita. Kita bersenang-senang sementara mereka dalam berbahaya, padahal kita
ada dalam ketakutan dan kekhawatiran atas berbagai tindakan kekerasan yang sedang dilakukan oleh Aparat Militer Kolonialisme Indonesia.
Padahal, Makna perayaan Natal itu sendiri mempunyai arti bahwa, harus saling membantu terhadap orang yang lemah dan tidak mempunyai apapun. Apakah bukan untuk yang tidak punya, yang sederhana dan yang
khawatir dan korban itu Yesus lahir? Apakah demi yang tidak punya dan sederhana
itu, Yesus lahir di kadang yang sederhana? Untuk merenungkan beberapa pertanyaan tentang "Kelahiran Tuhan Yesus" kita harus memahami dan memaknai sebaik mungkin. Agar kita juga diberkati pada saat momentum perayaan Natal di tahun 2019/2020.
Kita telah melupakan natal itu persoalan nilai dan iman.
Kita sudah lari dari makna natal yang sebenarnya. Kita pergi merayakan natal Kolonialisme Indonesia, menyuburkan Kolonialisme dengan nafsu konsumerisme dan materialisme. Karena itu, kita mesti setuju ketika (Paus Fransiskus) mengkritik cara kita merayakan Natal. "Natal tersandera
materialisme," ungkapnya dalam pesan natal di Vatikan yang dilangsir oleh media BBC pada saat itu.
Kapan kita berhenti merayakan natal Kolonialisme dan
betul-betul merayakan natal Imanuel? Rupanya makin sulit, natal makin tidak
bermakna dalam genggaman Kolonialisme. Apakah ini awal atau tanda-tanda kematian kekristenan dalam
pelukan Kolonialisme? Entah-lah. Orang beriman Kristen yang tahu. Orang beriman
yang tahu Tuhan itu akan mati atau akan hidup dalam imannya sendiri.
Akhir kata, saya menyampaikan selamat merayakan Natal Kolonialisme Indonesia dalam sikap pura-pura kita merayakan natal Tuhan beserta kita (Imanuel).
Kolonialisme menyertai kita. Apakah ada amin saudara? Jangan menjawa (AMIN) tetapi renungkanlah setiap pribadi kita masing-masing dalam momentum natal tahun 2019/2020 sekarang.
Penulis adalah Aktivis Papua [ Benny Mawel
Sumber Kutipan (Tabloidjubi.co.id)
Editor (Kevin Alom - Meno Nayak)
Reporter (Tikomemedia.com)
0 Comments:
Posting Komentar