Ibu Guru Margi dan Anak-anak Muridnya di Brukmakot Korowai (Foto : KOPKEDAT PAPUA ) |
Semarang, TikomMedia.com--,Sahabat saya Imelda Hendrietha Kopeuw adalah guru yang setia mendidik anak-anak Suku Terasing Korowai Utara (ada yang menyebut Korowai Batu) di Brukmahkot, Distrik Seradala, Kabupaten Yahukimo. Tidak pernah tinggalkan tempat tugas.
Guru Imelda meneruskan missi pembangunan pendidikan yang diawali
oleh Bapak Penginjil Simson S. Awom dan relawan KOPKEDAT yang pada tahun 2016
lalu telah membangun Sekolah Darurat di Brukmahkot
Bangunan sekolah darurat itu sudah nyaris ambruk. Sudah sangat
tidak layak dan tidak aman untuk mereka gunakan. Saat ini, aktivitas belajar
guru Imelda dan 16 anak muridnya kadang dilangsungkan di ruang gereja tetapi
tidak bisa terus di sana sebab kegiatan itu "mengotori" dinding
gereja akibat ditempeli berbagai alat peraga. Kadang pula dilakukan di ruang
tamu penginapan Pustu Kampung Brukmahkot, namun tidak bisa terus di sana sebab
ruang tamu itu begitu sempit sehingga anak-anak berhimpitan.
Baik di ruang gereja ataupun di ruang tamu rumah guru, mereka
tidak memiliki meja dan kursi sehingga mereka melakukan kegiatan belajar dengan
cara berbaring dan berhimpitan di lantai.
Tahun depan, 2019, masalah yang mereka hadapi akan bertambah.
Sebab tahun depan mereka akan memiliki 3 kelas tanpa gedung sekolah. Akan ada 1
kelas TK, dan 1 kelas Kelas I dan 1 kelas Kelas II. Semuanya tanpa gedung
sekolah. Jadi mereka akan belajar di mana?
Bapak Kadispendidikan Kabupaten Yahukimo yang diberkati TUHAN,
perkenankan saya meneruskan curhatan ini dan mohon kiranya Bapak sudi
mendengarkan.
Sukacita guru Imelda dalam mendidik anak-anak Suku Terasing
Korowai Utara memang sama sekali tidak ternoda tanpa gedung sekolah. Dia rutin
menginformasikan kegiatan belajar mengajar melalui akun facebook Margi Regi
Korowai yang diposting dari Danowage jika sebulan sekali dia ke Danowage.
Dia kisahkan bahwa dia memutuskan menjadi guru di kampung
terpencil yang tidak terjangkau fasilitas telepon dan harus berjalan kaki
berjam-jam dari kampung ke kampung untuk menjemput anak-anak untuk bersekolah
karena tergugah oleh kesaksian pengabdian Bapak Pendeta Trevor Johnson dari
gereja GIDI di Kampung Danowage, juga wilayah Suku Korowai Utara. Pendeta
Trevor sudah 12 tahun mengabdi dalam pembangunan peradaban Suku Korowai Utara
dan saat ini sedang menjalani pengobatan di Penang Malaysia karena pembengkakan
limpa yang dideritanya akibat 23 kali terserang malaria.
Semua informasi dari Guru Imelda itu telah membangun solidaritas
berbagai pihak yang kemudian mendukung Guru Imelda dengan bantuan panel solar
cell, buku, peralatan mandi, dll. Tetapi masalah kebutuhan infrastruktur
pendidikan belum terjawab.
Masyarakat adat Suku Terasing Korowai Utara sering meninggalkan
kampung untuk cari makan di dusun serta tinggal tersebar dalam beberapa kampung
berjauhan yang hanya bisa dijangkau dengan berjalan kaki berjam-jam. Karena
itu, selain perlu gedung sekolah, anak-anak mereka membutuhkan asrama dan rumah
guru minimal 3 rumah. Dana yang diperlukan untuk bangun semua fasilitas itu
sangat besar sebab ongkos angkut melalui udara dan atau sungai sangat mahal.
Butuh dana milyaran rupiah.
Ekspos dari guru Imelda mendapat respon dari Pendeta Trevor dan
beberapa relawan. Para relawan melakukan Aksi 1 Box 1 House untuk mengumpulkan
dana untuk dukung pembangunan infrastruktur. Dan Pendeta Trevor sudah
mengirimkan tukang untuk membuat gambar dan menghitung RAB semua bangunan pada
Juli 2017. Pada awal bulan Oktober 2018, Pendeta Trevor dalam kondisi sakit
parah itu telah mengirimkan tukang ke Brukmahkot untuk menyiapkan kayu yang
diperlukan agar pada awal tahun 2019 pembangunan infrastruktur sudah dapat
dimulai dan pada tahun ajaran baru Juni 2019 infrastruktur sudah tersedia untuk
menunjang aktivitas guru - murid di sana.
Apakah langkah dari Pendeta Trevor ini dilakukan sebab sudah
memiliki uang yang dibutuhkan untuk bangun sekolah, asrama dan rumah guru?
Tidak. Belum ada. Beberapa kali dalam kondisi lemah, bahkan hingga tidak bisa
berjalan karena sakit, dan terbangun dari tidur panjang selama 12 jam lebih
karena pengaruh obat, Pendeta Trevor mengirim pesan kepada saya, "Apakah
sudah ada dana untuk bangun sekolah di Brukmahkot?" Dan ketika saya
menjawab belum ada, beliau menjawab, "Doakan agar saya cepat sehat agar
bisa kuat bekerja untuk mencari dana untuk bangun sekolah dan kesehatan Suku
Korowai. Saya harus berobat 6-7 bulan ke depan, dan apabila saya tidak bisa
kembali ke Korowai karena masalah kesehatan, berjanjilah pada saya untuk terus
mencari bantuan untuk bangun sekolah bagi anak-anak Korowai!" (Mohon
doakan kesembuhan Bapak Trevor).
JANJI GUBERNUR LUKAS ENEMBE
Bapak Kadispendidikan Yahukimo yang diberkati TUHAN, pembangunan
infrastruktur pendidikan dan kesehatan sudah dijanjikan oleh Gubernur Papua
Bapak Lukas Enembe pada bulan Oktober 2017, ketika itu beliau sebagai Gubernur
Papua pertama yang mengunjungi Korowai. Ketika itu beliau berjanji kepada
Pendeta Trevor bahwa beliau akan bangun pendidikan dan kesehatan Suku Korowai
bekerja sama dengan missionaris di sana.
Dan suatu malam pada bulan Oktober 2017 Bapak Enembe menelepon
saya dan bercerita tentang keterbatasan yang dia miliki. Pertama, menurut Bapak
Enembe, dana Otsus telah dialokasikan 80% ke kabupaten dan karena itu
seharusnya kabupaten yang melakukan pembangunan pendidikan dan kesehatan sesuai
amanat UU Otsus. Masalah kedua, kunjungan beliau pada waktu itu dilakukan di
penghujung tahun ketika APBD Provinsi dan Kabupaten sudah tidak bisa dirubah.
Bapak Enembe berjanji untuk mendorong kabupaten terkait untuk menganggarkan
dukungan dana bagi pembangunan infrastruktur pendidikan dan kesehatan bagi Suku
Korowai pada APBD tahun 2018. Beliau berjanji bahwa pada April 2018 amanat
beliau akan diwujudkan.
Namun, sebagaimana kita maklumi, semester pertama tahun 2018
terjadi kesibukan politik di Provinsi Papua karena pemilukada termasuk
pemilihan Gubernur Papua. Dan puji TUHAN karena Bapak Enembe terpilih kembali.
Semoga beliau tidak lupa pada janjinya.
PERIHAL PENGABDIAN GURU
Bapak Kadispendidikan Yahukimo yang diberkati TUHAN, perkenankan
saya merespon pula penilaian Bapak tentang kesetiaan guru dalam mengajar.
Tanggapan ini saya letakkan pada konteks Guru Imelda dan pembangunan pendidikan
di Brukmahkot.
Bapak benar. Penguasaan kurikulum merupakan hal wajib bagi guru
profesional. Selain itu wajib juga menguasai pedagogi (ilmu mendidik),
menguasai psikologi anak, menguasai bidang study tertentu yang hendak diajarkan
dan juga memiliki jiwa pengabdian dalam menjalankan tugasnya. Dan masalah berat
yang Bapa soroti adalah masalah pengabdian.
Jika kita pelajari sejarah pembangunan peradaban semua suku di Tanah
Papua, kita akan temukan bahwa jiwa pengabdian para guru pionir dibangun karena
panggilan iman agar kehidupan mereka menjadi saluran berkat TUHAN bagi sesama
manusia. Para missionaris dalam sejarah gereja di Tanah Papua sejak Ottow dan
Geisler menginjak Mansinam 5 Februari 1855, ketika Dominee I. S. Kijne
membangun peradaban Papua pada 25 Oktober 1925 dan berbagai peran missionaris
pionir lain di berbagai penjuru di tanah kita pada kurun waktu tahun 1950 -
1990 (baik missionaris asing, nasional maupun lokal) hingga Pendeta Trevor dan
lain-lain di Korowai tahun 2018 menunjukkan satu pola yang sama bahwa
pengabdian kepada sesama sebagai buah iman kepada TUHAN.
Sebelum menempati tempat tugas yang terisolir, mereka sudah
dibekali pengetahuan tentang lingkungan ekologi dan sosial budaya di tempat
tugas mereka dan sudah diuji sebelum mulai bertugas. Mereka menguasai ilmu
sebagai guru maupun menguasai antropologi. Penguasaan kurikulum merupakan salah
satu alat yang mereka miliki.
Jadi bukan perihal pemahaman terhadap kurikulum semata-mata.
Bapak Pendeta Trevor telah melakukan pola serupa dalam proses
menyiapkan guru untuk mengabdi di Kampung Brukmahkot yang terpencil dan
terisolasi itu.
Dia memfasilitasi Guru Imelda untuk lebih dulu melakukan
observasi pada bulan Maret 2017. Hasil observasi sudah ditulis dan dilaporkan
kepada Dinas Pendidikan Provinsi Papua dan Dinas Pendidikan Kabupaten Yahukimo
dengan judul "Laporan Observasi untuk Penerapan Kurikulum Kontekstual bagi
Sekolah di Suku Terpencil Papua dari Kampung Brukmahkot, Distrik Seradala,
Kabupaten Yahukimo, Provinsi Papua" (Maret 2018). Sesudah melakukan
observasi itu, Imelda melakukan napak tilas ke Wasior di mana Pendeta I. S.
Kijne membangun Sekolah Peradaban Papua pada tahun 1925 untuk mendalami karya,
jiwa pengabdian dan kurikulum kontekstual yang dilakukan Bapak I. S. Kijne
sejak tahun 1925.
Sesudah melakukan semua persiapan itu maka pada 10 Juli 2018,
Guru Imelda ke Korowai dan pada 16 Juli 2018, kegiatan belajar mengajar mereka
sudah dimulai. Guru dan murid tanpa gedung sekolah.
Imelda memilih untuk menjalani pengabdian sebagai guru di daerah
terpencil itu dengan mengabaikan kesempatan untuk menjadi PNS di Sentani, di
mana dia sudah menjadi guru selama 3 tahun. Bahkan dia memilih jadi guru di
Brukmahkot dan mengabaikan kesempatan untuk menjadi guru di suatu sekolah yang
dibiayai satu perusahaan multinasional yang menawarkan gaji belasan juta
rupiah, fasilitas cuti tahunan, fasilitas rumah, dll.
Dan memilih ke Brukmahkot untuk membangun pendidikan anak
Korowai dengan visi membangun generasi emas Suku Korowai Utara yang sehat,
tinggi ilmu, tinggi agama, tinggi pemahaman nilai adat, melalui pendidikan
kontekstual berbasis asrama. Titik berat "pendidikan kontekstual"
mengutamakan peningkatan kemampuan membaca, menulis, berhitung, menyanyi,
ketrampilan hidup sehat, menguasai IPTEK, dan dengan menggunakan buku-buku yang
berisi muatan lokal Papua.
Teladan dari Guru Imelda memotivasi beberapa anak muda sarjana
pendidikan untuk mengikuti jejaknya. Di sisi lain, pengabdian Guru Imelda
adalah jaminan untuk bangun sekolah, asrama dan rumah guru di Brukmahkot sebab
dia siap di tempat untuk memanfaatkannya.
MASALAH GURU TINGGALKAN SEKOLAH
Issue lain yang Bapak angkat adalah guru meninggalkan sekolah
tanpa mengajar. Issue ini terjadi di banyak tempat nyaris di seluruh Tanah
Papua. Jadi bukan hanya terjadi di Kabupaten Yahukimo. Bahkan di seluruh
Indonesia. Menteri Keuangan RI pernah menyampaikan keluhan serupa dengan bahasa
berbeda. Menurut Menkeu, banyak guru tetap (PNS) tidak setia mengajar; yang
mengajar adalah guru honorer.
Dari berbagai diskusi, saya menyimpulkan bahwa tiga masalah yang
sering membuat guru meninggalkan tempat tugas. Pertama, mereka meninggalkan
tugas untuk mengurus kebutuhan logistik yang sering tiba terlambat. Baik
logistik untuk kesejahteraan guru dan keluarga seperti gaji, jatah beras, dan 9
bahan kebutuhan pokok lainnya. Maupun logistik yang dibutuhkan sekolah seperti
buku, bahan ujian, alat tulis, dll.
Kedua, guru meninggalkan tempat tugas untuk mengurus
administrasi seperti kenaikan pangkat, kenaikan gaji, dan perihal administrasi
sekolah lainnya.
Ketiga, guru meninggalkan tempat mengajar untuk mengikuti
pendidikan dan latihan untuk meningkatkan kompetensi.
Bagi guru-guru di daerah terisolasi yang minim infrastruktur
transportasi, diperlukan waktu lama dan biaya mahal untuk mengurus hal-hal itu.
Karena itu, sekali mereka bisa meninggalkan tempat tugas maka diperlukan waktu lama
dan biaya mahal untuk kembali ke tempat tugas. Realita ini membuat guru yang
sudah pergi jadi "malas" untuk kembali ke tempat tugas.
Ini hal yang manusiawi dan membutuhkan solusi. Perlu dibentuk
instansi khusus yang diberi tugas untuk memudahkan urusan guru di daerah
terpencil pada ketiga hal itu.
CATATAN PENUTUP
Bapak Kadispendidikan Kabupaten Yahukimo yang TUHAN berkati,
perkenankan saya mengakhiri surat terbuka ini dengan tiga catatan penutup.
Pertama, mohon kiranya pembangunan gedung sekolah, asrama dan
rumah pegawai bagi anak-anak Korowai Utara (Korowai Batu) dapat dianggarkan
dalam APBD Kabupaten Yahukimo TA 2019. Program ini sekaligus untuk
merealisasikan janji Gubernur Papua Bapak Lukas Enembe pada satu tahun lalu.
Kedua, untuk mengurangi tingginya kasus guru meninggalkan
sekolah maka alangkah baik jika dilakukan kajian yang objektif dan
komprehensif. Solusinya antara lain bisa dengan membentuk instansi khusus untuk
membantu guru memfasilitasi pemenuhan logistik, administrasi dan peningkatan kompetensi
terutama di daerah terisolasi.
Ketiga, untuk meningkatkan pengabdian guru di wilayah terpencil,
adalah bijak jika pemerintah bekerja sama dengan para misionaris sebagaimana
pernah dijanjikan Gubernur Papua Bapak Lukas Enembe kepada Pendeta Trevor Johnson
di Danowage pada bulan Oktober 2017.
Demikian dan terima kasih. TUHAN memberkati bapak-bapak dalam
tugas dan pelayanan agar menjadi berkat bagi sesama, khususnya bagi Suku
Korowai Utara (Korowai Batu).
Manokwari, Minggu 28 Oktober 2018
Salam hormat,
))* Penulis adalah Yosef Rumaseb pemerhati SDM Korowai ( Margi Regi Korowai )
0 Comments:
Posting Komentar