Analisis

Perampasan Tanah Adat dan Penguatan Basis Militer di Wilayah Pegunungan Tengah Papua



Foto : Penulis - Doc. Pribadi

**Oleh : Frans Huwi ) 

Perampasan Tanah Adat di Wamena

Jika kita ingin melihat pola perampasan tanah adat di Wamena ini dan Papua pada umumnya maka, sebaiknya kita tinjau dari fase perkembangan manusia (Masyarakat) berdasarkan analisis Marx. Secara umum ada enam (6) fase perkembangan manusia di dunia yang diantaranya, Masyarakat komunal primitive, perbudakan, feodal dan kapitalisme, sosialisme dan komunisme. Namun, dari enam fase ini akan diulas secara singkat hanya empat fase yang sudah dilewati dan sedang dihadapi oleh manusia.

  • Fase komunal Primitif


adalah dimana manusia hidup tanpa klas (Penindas dan tertindas) karena semua alat produksi (Semua alat penunjang yang dapat berproduksi seperti, tanah) di miliki secara bersama (kolektif) dan hasil produksi (Hasil yang diperoleh setelah diolah) pun dimiliki dan dinikmati bersama tanpa ada kelompok yang lebih dominan yang menguasai alat dan hasil-hasil produksi.

  •     Fase perbudakan


adalah masa dimana sudah ada kelompok yang lebih dominan yang menguasai alat produksi seperti, tanah dan mesin-mesin produksi lainnya yang disebut sebagai tuan budak da nada kelompok lain yang disebut budak. Dalam fase ini tuan budak karena memiliki alat produksi maka, si tuan budak ini secara leluasa memperlakukan manusia lain (Budak) untuk bekerja secara paksa tanpa ada ketentuan waktu (jam kerja) dan tanpa upah namun, hanya di berikan makan dan itu pun hanya sepeser dan hasilnya itu sepenuhnya dikuasai sepenuhnya oleh tuan budak.

  •  Fase Feodal (Feodalisme)


adalah perkembangan selanjut dari fase perbudakan dimana terdapat dua kelompok manusia (Kelas) yang satu adalah tuan feodal atau tuan tanah dan hamba. Pada masa ini tuan feodal adalah kelompok yang memiliki alat produksi seperti, tanah dan alat produksi lainnya sehingga, kelompok tuan tanah ini mempekerjakan para hamba di lahan garapan yang lebih besar dan hasil produksi dikuasai sepenuhnya oleh tuan tanah dengan waktu kerja selama enam (6) hari dengan hitungan yang tidak tentu  dan hamba adalah kelompok manusia lain yang dijadikan sebagai pekerja dan sebagai imbalan (Upah) diberikan sebidang tanah yang lebih kecil dengan waktu kerja hanya satu (1) hari dan tujuh hari dalam seminggu.

  • Fase Kapitalisme


adalah perkembangan selanjutnya dari masa feodalisme yang juga memiliki dua kelompok manusia yakni ada kelompok penindas dan ada juga kelompok tertindas (Proletar dan Borjuasi). Proletar adalah manusia yang tidak memiliki alat produksi dan namun, memiliki kemampuan untuk memproduksi sesuatu. Dan Borjuasi adalah kelompok yang memiliki alat produksi (Pemilik modal) namun, tidak memiliki kemampuan untuk memproduksi sesuatu. Masa ini memiliki 3 ciri utamanya yaitu, akumulatif  selalu menimbun atau mengumpulkan sesuatu (Uang, Nilai lebih dari hasil produksi), ekspansi atau suatu tindakan kelompok pemilik modal ini untuk terus mau menguasai wilayah lain atau negara lain termasuk meng-kolonialisasi negara lain hanya untuk memperoleh akumulasi, dan eksploitatif atau suatu tindakan yang penguasaan, pendayagunaan, pemanfaatan untuk keuntungan sendiri atau disebut juga dengan penghisapan. Bisa juga dalam wujud material (Sumber Daya Alam) dan bisa juga manusia.

Dari ulasan singkat diatas fase pertama adalah manusia hidup tanpa ada penindasan karena, tidak ada kepemilikan pribadi (Alat dan hasil produksi) sehingga, manusia hidup tanpa klas (Penindas dan tertindas) dan fase ke dua dan seterusnya adalah fase dimana sudah mulai ada kepemilikan pribadi yang mengakibatkan lahirnya dua kelas antara kelas atau kelompok yang ditindas dan penindas.

Sejarah Perkembangan Masyarakat Papua

Berdasarkan hasil ulasan diatas jika, kita tinjau dari perkembangan masyarakat di Papua sangat berbeda dengan perkembangan masyarakat di dunia secara umum. Masyarakat Papua hanya mengalami dua tahapan perkembangan yaitu dari komunal primitive dan langsung diperhadapkan masa masa kapitalisme sekarang ini tanpa melewati fase perbudakan dan feodalisme. Hal ini jika kita kita tinjau secara bersama mulai dari pola kepemimpinan hingga system kepemilikan.

  • Fase Komunal Primitif


Pada umumnya masyarakat Papua adalah masyarakat yang masih berada dalam fase komunal primitive. Hal ini dibuktikan dengan pola kehidupan melalui bentuk suku-suku dengan system pemerintahan adat yang dipimpin oleh seorang kepala suku dengan batas wilayah tertentu namun, dalam pengambilan keputusan, penguasaan alat produksi hingga pembagian hasilnya dimiliki dan diatur secara bersama dalam satu wilayah dan apa pun yang diproduksi adalah sesuai dengan kebutuhan bersama.

Hal ini bisa kita lihat secara nyata pola kepemilikan tanah di Wamena dan Papua pada umumnya adalah tanah-tanah milik suku/klen/marga tidak ada kepemilikan pribadi sekalipun, dia adalah seorang kepalah suku (Ap Kain, Ondoafi/Ondofolo) tidak dapat secara leluasa mengklaim tanah yang adalah milik bersama tersebut.

Sehingga, penyerahan 90 hektar yang diserahkan oleh kepalah suku Alex Doga kepada kepada pihak militer untuk membangun Kodam XVII Cendrawasi di Wamena ini adalah tanah milik masyarakat adat suku/Marga Doga dan beberapa marga lain yang tergabung di dalam suku Kossy-Doga dan sekitarnya di distrik Asologaima dan Silokarno Doga sehingga, tidak bisa kepalah suku Alex Doga menyerahkan tanah tersebut atas dasar sebagai kepalah suku di wilayah tersebut. Dan begitu pula terkait lokasi pembangunan Polpos Sektor di Milima, distrik Kurulu.

  • Fase Masyarakat Kapitalisme


Tanpa melalui fase perbudakan dan feodalisme kini masyarakat Papua langsung diperhadapkan dengan fase masyarakat kapitalisme saat ini. Sesuai dengan 3 ciri khasnya system kapitalisme ini yakni, Akumulatif, Ekspansif dan Eksploitatif dan secara nyata pola ini sedang dilakukan secara terstruktur dan tersistematis antara pemodal, penguasa dan perangkatnya yang membangun hegemoni termasuk militer.

Pola perampasan tanah adat di Wamena oleh militer guna membangun Kodam XVII  Cendrawasi dan Polpos Sektor ini jika, ditinjau dari 3 ciri system kapitalisme secara jelas terlihat permainan antara penguasa dan Militer. Peran penguasaan disini adalah membangun sebuah hegemoni agar tanah tersebut diserahkan seperti, yang secara nyata dibangun wacana bahwa, pembangunan Kodam XVII  Cendrawasi di Wamena, sebagai syarat dalam membentuk kota madya Wamena dan pergeseran kabupaten Jayawijaya dan sebagai syarat terbentuknya provinsi Pegunungan Tengah dan apa bila kota madya dan provinsi terbentuk akan untuk mengurangi pengangguran bagi bagi para pencari kerja di wilayah pegunungan tengah Papua.

Jika, dipikirkan secara logis lapangan kerja bukan hanya dengan menjadi pejabat yang menjabat di dalam system birokrasi pemerintahan dan jabatan politis namun, masih banyak peluang lain disana  dan secara nyata di kabupaten/kota/provinsi Papua dan Papua Barat pada umumnya orang asli Papua hanya berada jabatan-jabatan politis namun, jabatan teknis dan lainnya dikuasai oleh orang-orang non Papua.

Selain wacana soal lapangan kerja para penguasa akan membangun sebuah wacana atas nama keamanan dan kenyamanan masyarakat sekitar dari kelompok criminal bersenjata (KKB). KKB merupakan sebuah stigma yang ditujukan kepada TPN-PB sehingga, menjadi sebuah ijin untuk memperkuat basis militer di wilayah pegunungan tengah dan Papua pada umumnya.

Dengan demikian wacana yang dibangun oleh pihak penguasa (Pemerintah) merupakan sebuah hegemoni yang dibangun dengan sengaja supaya pembangunan makodam tersebut terealisasi diatas tanah adat milik masyarakat adat setempat namun, secara nyata kehadiran militer di Papua hanya bertujuan untuk melindungi kaum pemilik modal dan penguasa bukan masyarakat dan mala meresahkan masyarakat hingga, melahirkan berbagai kasus pelanggaran HAM dan selain itu masyarakat akan kehilangan tanah-tanah adat mereka sebagai lahan garapan yang kemudian bisa diolah dan menghasilkan hasil produksi (Makanan/Uang) untuk pemenuhan kebutuhan hidup mereka.

Militerisme di Papua

Militerisme adalah paham yang berdasarkan kekuatan militer sebagai pendukung kekuasaan; pemerintahan yang dikuasai oleh golongan militer; pemerintah yang mengatur negara secara militer (keras, disiplin, dan sebagainya (Menurut KBBI)

Sistem atau paham militerisme di Papua mulai berlaku sejak gejolak persoalan politik Papua antara Belanda dan Indonesia dalam rangka menguasai wilayah Papua yang kemudian berpuncak pada Tri Komando Rakyat (TRIKORA) 19 desember 1961 sebagai upaya menguasai wilayah Papua dengan kekuatan militer. Dalam realisasi dari TRIKORA ini, maka presiden Soekarno sebagai Panglima Besar Komando Tertinggi mengeluarkan surat Keputusan Presiden (Kepres) No. 01 tahun 1962 yang memerintahkan kepada Panglima Komando Mandala, Mayor Jendral Soeharto untuk melakukan operasi militer ke wilayah Irian Barat untuk merebut wilayah itu dari tangan Belanda. 


Akhirnya dilakukan beberapa gelombang Operasi Militer di Papua Barat dengan satuan militer yang diturunkan untuk operasi lewat udara dalam fase infiltrasi seperti Operasi Banten Kedaton, Operasi Garuda, Operasi Serigala, Operasi Kancil, Operasi Naga, Operasi Rajawali, Operasi Lumbung, Operasi Jatayu. Operasi lewat laut adalah Operasi Show of Rorce, Operasi Cakra, dan Operasi Lumba-lumba. Sedangkan pada fase eksploitasi dilakukan Operasi Jayawijaya dan Operasi Khusus (Opsus). Melalui operasi ini wilayah Papua Barat diduduki, dan dicurigai banyak orang Papua yang telah dibantai pada waktu itu.

Tidak hanya sampai disitu namun, operasi militer terus berlanjut mulai dari proses aneksasi 1 Mei 1963 hingga pada masa kekuasaan orde baru mulai dari proses PEPERA 1969 termasuk operasi koteka tahun 1977 di wilayah pegunungan Jayawijaya dan bahkan hingga kini pun masih terjadi operasi militer diseluruh tanah Papua.

Dari ulasan diatas secara nyata bahwa, dengan kehadiran militer (TNI/Polri) di Papua adalah sebagai pelindung kaum penguasa dan kaum pemodal bukan, untuk melindungi rakyat dan dengan demikian pada saat yang sama akan melahirkan pelanggaran-pelanggaran HAM, baik pelanggaran HAM berat maupun ringan oleh militer.

Penguatan Basis Militer Untuk Kepentingan Pemodal dan Pemusnahan Orang Asli Papua

Seperti ulasan diatas bahwa, militer (TNI/Polri) adalah pelindung kaum pemodal (Perusahaan, dll) dan para penguasa bukan pelindung, pelayan dan pengayom rakyat dan pelindung batas teritorial maka, secara tidak langsung akan melahirkan berbagai macam pelanggaran HAM dengan demikian kehadiran Mako Brimob, Kodam XVII Cendrawasi dan Pospol Sektor di Wamena adalah kepentingan kaum pemodal dan penguasa agar dapat dilindungi nantinya atas nama rakyat dalam menjalankan berbagai aktivitas penghisapan dan pemusnahan orang Asli Papua.

Di wilayah pegunungan tengah (Lapago) saat ini sudah terbangun jalan trans Papua, jalan penghubung antara berbagai kabupaten se- Pegunungan tengah hingga ke Jayapura sehingga, akan mempermudah akses transportasi disana. Ini adalah bagian dari kemajuan dan pembangunan fisik disana.

Ketika, akses transportasi sudah memadai pada saat yang sama akan digunakan oleh kaum pemodal secara leluasa melakukan praktek-praktek eksploitasi sumber daya alam sebab, tidak dapat dipungkiri bahwa di wilayah pegunungan tengah memiliki berbagai macam sumber daya alam yang terkandung di dalamnya. Sumber daya alam inilah yang akan diambil dan dibawah oleh perusahaan milik pemodal sebagai bahan menta yang kemudian diolah dan diproduksi dan dipasarkan dan hasil produksi sepenuhnya akan dikuasai oleh para pemodal ini melalui jalan trans yang terbangun ini secara leluasi selama 24 jam.

Agar dengan mudah proses eksplotasi dan dengan mudah mengatasi perlawanan rakyat yang mempertahankan hak atas semua sumber daya alam yang akan di eksploitasi maka, pemodal akan bekerjasama dengan penguasa untuk memberikan sebuah surat sebagai dasar hukum yang legal untuk mengeksploitasi sumber daya alam dan menggunakan militer dengan kekuatan senjata untuk melindungi para investor atau pemodal ini. Maka, dengan jelas bahwa, kehadiran Mako Brimob, Kodam XVII Cendrawasi dan Polpos Sektor di Wamena adalah upaya penguatan basis militer untuk melindungi para investor atau pemodal nanti dalam mengeksploitasi sumber daya alam disana, atas nama rakyat.

Selain itu Papua merupakan sebuah bangsa yang sudah merdeka pada 1 desember 1961 yang kemudian dianeksasi dengan kekuatan penuh militer Indonesia karena kepentingan ekonomi dan politik sehingga, sampai dengan saat ini rakyat Papua masih memperjuangkan kemerdekaan yang telah dicaplok tersebut dan salah satu wilayah yang masih eksis dan konsisten memperjuangkan kemerdekaan bangsa Papua adalah di wilayah pegunungan tengah.

Kelompok atau organisasi maupun individu yang memperjuangkan kemerdekaan bangsa Papua selalu distigmakan dengan kelompok separatis, kelompok criminal bersenjata (KKB), anti pembangunan dan lain sebagainya sehingga, atas label tersebut penguasa menggerakan militer untuk memperkuat basis militer disana dan ditugaskan untuk memberantas kelompok atau organisasi maupun individu yang memperjuangkan kemerdekaan bangsa Papua dengan melakukan operasi-operasi militer disana. Dan dengan demikian akan melahirkan pelanggaran-pelanggaran HAM dan lama-kelamaan orang asli Papua musna dari atas tanahnya sendiri karena, terjajah.

_______
Mahasiswa Papua yang kuliah di Jakarta




About baliem blog

0 Comments:

Diberdayakan oleh Blogger.